Mohon tunggu...
La Ode Muh Rauda AU Manarfa
La Ode Muh Rauda AU Manarfa Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Sosiologi Universitas Dayanu Ikhsanuddin

Seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh, mencari sesuatu untuk dibawa pulang kembali. Selama perjalanan mengumpulkan pecahan-pecahan pengalaman yang mungkin akan berguna suatu saat nanti.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Resensi Buku: Pengantar Ilmu Sejarah

13 April 2015   11:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:10 1550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Judul:Pengantar Ilmu Sejarah

Penulis:M. Saleh Majid & Abd. Rahman Hamid

Penerbit:Rayhan Intermedia

Tempat Terbit:Makassar. Indonesia

Tahun Terbit:September, 2008

Cetakan:Pertama

Ukuran:145 x 205 mm

Jumlah Halaman:xvi, 180 hlm

ISBN:979-17587-2-7

Harga:-

Waktu Resensi: 13 April 2015

Jam:Pukul 10.51 WIB

Resensi Oleh:La Ode Muhammad Rauda Agus Udaya Manarfa, S.Sos, M.Si

rauda.ode@gmail.com & laoderauda@yahoo.com

Mahasiswa Doktoral Program Studi Sosiologi Pedesaan

Sekolah Pascasarjana - Institut Pertanian Bogor

Buku yang ditulis oleh duo sejarahwanM. Saleh Majid dan Abd. Rahman Hamid ini merupakan karya yang hendak menjawab kegundahan yang umumnya menimpa para ahli sejarah, mengenai adanya tuduhan bahwa sejarah merupakan ilmu yang hanya berisikan deskripsi tentang cerita masa lampau dan tidak memiliki arti apa-apa bagi kehidupan manusia masa kini juga masa yang akan datang, bahkan untuk kalangan post modernisme sejarah tidak ditempatkan sejajar dengan ilmu-ilmu sosial, tetapi sebagai pengetahuan saja. Sejarah masa kini mengalami perkembangan yang pesat, karena penuturnya semakin bertambah, minat dan pemposisian sejarah yang juga dianggap penting karena mampu merangkai urutan-urutan peristiwa yang sangat membantu ilmu-ilmu lainnya dalam merekonstuksi keadaan sosial yang melatarbelakangi kelahirannya atau hadirnya sebuah fenomena sosial. Sejak munculnya karya dari Thomas Kuhn mengenai tentang paradigma, tsunami perubahan paradigma tidak luput menimpa sejarah, bahkan membuatnya menjadi semakin bias. Pandangan dari Geogre Ritzer yang mengemukakan bahwa sosiologi sebagai ilmu berparadigma ganda, menasbihkan over maping sosiologi pada ilmu-ilmu lainnya tidak terkecuali dengan sejarah, sehingga lahirlah sosiologi sejarah. Sebaliknya lalu muncul aliran-aliran sejarah baru sesuai dengan bidang-bidang yang dapat saja dimasukinya, sebagai contoh munculah sejarah sosiologi. Antara sosiologi sejarah dan sejarah sosiologi walaupun sebenarnya merupakan salah satu pencapaian atas pengembangan daya pikir manusia tetapi telah membuktikan betapa biasnya batas-batas pengetahuan masa kini sedikit membuat pembaca maupun pengusungnya menjadi bingung atasnya.

Berbicara sejarah tidak lepas kaitannya dengan kisah hidup manusia. Selama manusia itu hidup maka selama itu pula sejarah terjadi. Pada bangku pendidikan dasar hingga pendidikan menengah atas, sejarah diperkenalkan sebagai peristiwa masa lampau yang diteladani kebaikannya dan dihindari keburukannya, agar menjadi peringatan pada langkah-langkah yang hendak diambil oleh manusia agar tidak jatuh pada lubang kekeliruan yang pernah dibuat dan memanfaatkannya dalam melihat kesempatan untuk meraih kesuksesan hidup. Sejarah diklaim telah ada saat manusia mengenal tulisan, sedangkan saat tradisi tulis menulis manusia belum lahir, ia dimasukan dalam masa pra sejarah. Ada pula yang mengatakan bahwa sejarah dimulai pada tahun “0”, yakni pada tahun lahirnya Nabi Isa As, dan sebelumnya ia disebut sebagai sebelum masehi. Adapula pandangan yang mengemukakan bahwa sejarah itu dapat dibuktikan dari sumbernya yang berupa ide-ide pikiran manusia yang dapat diceritakan, ataupun tulisan manusia yang dapat dibaca, hingga benda-benda buatan manusia yang dapat dipahami apa makna dari pembuatan benda ini. Manusia berupaya mengira-ngira kapan sebenarnya sejarah itu ada, dikenal, disadari, lalu dijadikan sebagai sesuatu yang berharga untuk selalu diingat.

Sejarah seringkali dipandang sebagai sesuatu yang usang. Memperbincangkannya juga dikelompokan sebagai laku yang tidak in lagi karena masa kini merupakan zaman modern yang tidak sama seperti masa lampau dan tidak akan lagi mengenal keterbatasan peralatan dalam menunjang keperluan manusia. Secara sepintas pandangan ini dibenarkan, tetapi jika dikaji lebih dalam lagi maka akan tampak kekeliruannya, dan yang mengemukakannya sebenarnya terjebak pada kekeliruan pemahaman akan posisi sejarah. Sejarah masa lalu dikonotasikan dengan segala hal yang kuno dan lapuk, tetapi sejarah tidak selalu berarti masa lalu. Apa yang terjadi pada satu detik yang lalu akan menjadi sejarah pada datik berikutnya hingga jam, hari, minggu, bulan, hingga ratusan tahun berikutnya. Sejarah tidak semata-mata manusia purba, tetapi sejarah mengikuti arah perjalanan hidup manusia, dalam bidang apapun, dalam kondisi yang bagaimanapun. Masa yang akan datang cepat lambat akan menjadi sejarah pada masa berikutnya lagi.

Kehidupan sosial manusia erat kaitannya dengan sejarah. Karena sejarah pulalah sehingga manusia dapat mengenal budayanya. Karena sejarah pula manusia dapat berperilaku, berbahasa, mewariskan nilai-nilai etnis yang dihormatinya, untuk menjadi identitas dari mana sesungguhnya ia berasal dan bagaimana harus bertindak. Sejarah telah lama dipikirkan oleh para cendekiawan, lebih kepada design atau peta atau hukum sejarah masyarakat. Sebut saja seperti Auguste Comte yang mengemukakan bahwa sejarah masyarakat bermula pada fase teologis yakni masyarakat yang masih terombang ambing dengan kepercayaan animisme, lalu berubah menjadi metafisik yang masyarakatnya memilih percaya pada agama dan masih pada hal-hal gaib, hingga berakhir pada tahap positivistik yang mempercayai ilmu pengetahuan dan meninggalkan hal-hal yang tidak empiris. Lalu ada Karl Marx yang menyatakan perkembangan masyarakat sejak masa primitif yang ditandai dengan masa berburu hingga peladangan berpindah, lalu masa kuno yang ditandai dengan perbudakan, lalu masa feodal yang kental dengan ciri agraris pedesaannya, lalu berpindah pada masa kapitalisme yang sarat dengan pemerasan tenaga buruh, hingga sampai pada masa komunisme saat di mana kapitalisme ditumbangkan.

Apa yang dikemukakan oleh kedua tokoh sosiologi tersebut merupakan sejarah yang pernah terjadi dan dinamai demikian, sampai perkiraan bentuk masyarakat nanti seandainya saat itu tiba, tentunya dalam perhitungan masing-masing tokoh. Sebagaimana gambaran, sejarah tidak hanya peristiwa masa lampau tetapi perkiraan masa-masa yang akan datang juga masuk dalam kategorisasi sejarah, itulah paradigma sejarah masa kini. Walaupun masa komunisme oleh Marx dan Positivisme oleh Comte tidak pernah benar-benar terwujud, tetapi semangat dan daya pikir mereka telah menginspirasi lahirnya aliran-aliran pemikiran baru yang hendak mengubah wajah masyarakat dunia dengan dasar cita-cita sejarah manusia untuk kehidupannya yang lebih baik. Terlepas dari itu, namun satu teori sejarah yang nampaknya relevan dan telah terbukti dalam kehidupan sehari-hari, yakni teori daur kultural yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun. Bahwa masyarakat manusia itu hidup dalam tiga tahap, yakni lahir, berkembang, lalu mati. Masyarakat itu lahir ditandai dengan menanjaknya angka pertumbuhan penduduk, lalu berkembangnya masyarakat diindikasikan dengan semakin meluasnya segmen penyebaran penduduk serta resistensi penduduk menghadapi berbagai persoalan hidup yang melanda, serta matinya masyarakat yang dapat diketahui dari banyaknya kematian baik akibat karena penyakit, kekeringan dan kelaparan, bencana alam, ataupun karena perang.

Dengan mempelajari sejarah maka kita mendapatkan pelajaran dan terjadi bahwa setiap masyarakat akan mengalami fase kelahiran, berkembang, hingga kepada kematian atau kehancurannya. Indonesia misalnya juga pernah menjadi negara yang tertatih-tatih dalam urusan pangan hingga berinsiatif mendirikan lembaga pendidikan yang konsen memikirkan inovasi dan cara tepat guna dalam mendirikan ketahanan dan memperkuat kedaulatan pangan bangsa ini melalui Institut Pertanian Bogor - IPB (walau dalam perkembangannya kini pemerintah tidak memanfaatkannya lagi secara maksimal). IPB sebagai pioner pernah memimpin para petani bangsa ini keluar dari keterpurukan pangan yang pernah melanda parahnya pada tahun 1950-1960-an. Hingga menghantarkan Indonesia di bawah pimpinan presiden Soeharto memperoleh penghargaan PBB karena berhasil menjadi negara swasembada pangan. Tetapi masa-masa kejayaan masyarakat petani tidak lama, seiring pertumbuhan ekonomi yang semu dan sistem kekuasaan yang rapuh karena penuh dengan korupsi kolusi dan nepotisme (KKN) serta asal bapak senang (ABS), maka dengan cepat Indonesia kembali menjadi negara pengimpor pangan dan terpuruk hingga saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun