Kasus Viral Pencopotan Kepala Sekolah: Bukti Nyata Kegagalan Study Tour!
Baru-baru ini, jagat maya digemparkan oleh kabar viral pencopotan Kepala Sekolah SMAN 6 Depok. Ia dicopot langsung oleh Gubernur Jawa Barat karena tetap melaksanakan study tour, meskipun sudah ada larangan resmi.
Masalahnya bukan sekadar pembangkangan terhadap kebijakan pemerintah. Kasus ini membuka mata kita tentang sesuatu yang lebih dalam---kenapa study tour di Indonesia sering gagal mencapai tujuannya?
Seharusnya, study tour adalah kesempatan emas bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Tapi faktanya?
Lebih sering berubah jadi ajang wisata.
Fokus utamanya justru belanja, bukan belajar.
Membebani keuangan orang tua, bahkan guru.
Dan lebih buruk lagi, sering kali yang menikmati keuntungan hanya segelintir orang yang mengurus acara tersebut---sementara guru yang ikut pun harus mengeluarkan uang pribadi hanya demi kebersamaan. Bahkan mereka mengganti istilah jalan-jalan dengan membahasakan study tour.
Dengan menggadangkan study tour, apakah betul adanya program bimbingan khusus untuk perbaikan kedepan?
Apakah betul semua program yang kita dapatakan bisadi aplikasikan disekolah kita dengan tingkat SDM yang berbeda?
Apakah bisa anak yang bahkan kadang masih usia SD dibawa study tour, berfikir untuk merombak kekurangan dan mengaplikannya kedepan? it's impossible.
Pertanyaannya: Masih pantaskah kita mempertahankan sistem seperti ini?
Kenapa Study Tour di Indonesia Gagal Total?
Di negara maju, study tour bukan sekadar ajang liburan. Di Jepang, Jerman, atau Singapura, study tour justru menjadi jendela yang membuka wawasan siswa tentang dunia kerja masa depan.
Mereka mengunjungi:
Pabrik inovasi teknologi -- Menyaksikan langsung proses produksi tercanggih.
Pusat penelitian medis -- Memotivasi calon tenaga kesehatan.
Perusahaan multinasional -- Mengenal lingkungan kerja yang sesungguhnya.
Laboratorium riset -- Melatih kemampuan observasi ilmiah.