Mohon tunggu...
Ratna Salsabila
Ratna Salsabila Mohon Tunggu... Pelajar

Hallo, Saya Ratna Salsabilsa S.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perawat Sebagai Edukator Dalam Pencegahan HIV/AIDS Dikalangan Remaja

30 Juni 2025   22:56 Diperbarui: 30 Juni 2025   22:56 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Apasih yang melatarbelakangi topik ini?

HIV menurpakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan AIDS (Acquired Immuno-Deficiency Syndrome) merupakan kondisi lanjutan dari infeksi HIV. Remaja merupakan kelompok usia 10-18 tahun (Kemenkes). Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah Orang dengan HIV (ODHIV) dan diperkirakan 564.000 ODHIV pada tahun 2025 (KEMENKES, 2025). HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang signifikan di dunia, khususnya di kalangan remaja yang rentan terhadap penularan virus ini akibat kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang pencegahan HIV/AIDS (Rokom, 2024). Remaja dengan pengetahuan rendah cenderung melakukan perilaku berisiko yang dapat meningkatkan kemungkinan tertular HIV/AIDS (Lalan et al., 2025).

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, kelompok remaja dan anak muda berusia 15-24 tahun menyumbang hampir 50% dari kasus baru HIV di Indonesia, sehingga edukasi dan pencegahan di kalangan remaja menjadi sangat penting (it's our time) (Rokom, 2024). Dalam studi juga menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku remaja terkait HIV/AIDS masih perlu ditingkatkan melalui edukasi yang efektif oleh tenaga kesehatan, termasuk perawat sebagai edukator komunitas (Lalan et al., 2025). Oleh karena itu, edukasi yang efektif sangat penting untuk membentuk perilaku pencegahan yang positif di kalangan remaja.

 

YUK! Kita masuk ke pembahasan

Masalah HIV/AIDS di kalangan remaja masih menjadi tantangan serius dalam dunia kesehatan global dan nasional. Remaja sebagai kelompok usia yang sedang berada pada fase eksploratif memiliki kerentanan tinggi terhadap penularan HIV, baik karena perilaku seksual berisiko maupun kurangnya pengetahuan tentang pencegahan. Dalam konteks ini, pendekatan edukatif berbasis teknologi mulai diterapkan, sebagaimana yang dilakukan oleh Wiralestari et al., (2024) melalui program edukasi HIV/AIDS yang dilaksanakan di SMK Darus Sa'adah, Kabupaten Bogor, siswa mendapatkan peningkatan pemahaman dan kesadaran kritis terhadap stigma sosial terhadap ODHA. Program ini menggunakan metode seperti pemutaran video, diskusi interaktif, serta pelatihan pembuatan konten edukatif. Selain itu, platform EDUMEDIG berperan sebagai media publikasi karya siswa yang efektif menghubungkan pesan-pesan kesehatan dengan pendekatan digital yang relevan dan menarik bagi dunia remaja.

Pentingnya edukasi berbasis literasi kesehatan juga ditegaskan oleh Rini (2025) melalui studi scoping review yang mengungkap dua tema utama dalam pelayanan HIV bagi remaja di Indonesia, yaitu layanan kesehatan dan faktor-faktor yang memengaruhi skrining HIV, ditemukan bahwa perilaku seksual tanpa pengaman dan kurangnya informasi yang dapat dipercaya masih menjadi masalah utama. Oleh sebab itu, penting untuk mengintegrasikan informasi mengenai HIV ke dalam kurikulum pendidikan serta meningkatkan kualitas layanan kesehatan yang ramah remaja guna memperkuat upaya pencegahan sejak dini.

Upaya peningkatan kesadaran remaja juga dilakukan melalui pendekatan berbasis komunitas. Witdiawati et al., (2025) mengimplementasikan program "GEMA RW Peduli HIV" di Kabupaten Garut program yang menitikberatkan pada pembentukan kader remaja, penyuluhan, serta pemasangan media edukasi berhasil menunjukkan peningkatan pengetahuan yang signifikan di kalangan remaja setelah dilakukan edukasi. Pendekatan ini membuktikan bahwa pemberdayaan komunitas, terutama dengan melibatkan remaja secara aktif sebagai agen perubahan, mampu menghasilkan dampak yang berkelanjutan dalam upaya pencegahan HIV.

Peran perawat sebagai pendidik kesehatan sangat menonjol dalam upaya pencegahan HIV di lingkungan pendidikan formal. Hal ini terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh Rachma Dewi et al., (2024), Peran perawat dalam proses pengumpulan data, penyuluhan, dan pendampingan siswa di MA Negeri 02 Pati sangat penting. Intervensi keperawatan berupa pendidikan kesehatan menunjukkan bahwa 64,8% siswa memiliki pengetahuan yang baik, 63,8% menunjukkan niat positif untuk mencegah HIV/AIDS, dan 76,1% mendapatkan dukungan dari keluarga. Selain berperan sebagai edukator, perawat juga berfungsi sebagai fasilitator yang menghubungkan sekolah, siswa, dan keluarga untuk menciptakan lingkungan sosial yang mendukung perilaku pencegahan.

Begitu juga di lingkungan pesantren, peran perawat dalam edukasi HIV menjadi krusial. Adolph (2025) studi ini menunjukkan bahwa penyuluhan HIV/AIDS yang diberikan oleh perawat di Pondok Pesantren Nurul Anwar, Jayapura, berhasil meningkatkan pengetahuan remaja secara signifikan. Setelah edukasi, 60% peserta mencapai kategori pengetahuan yang baik. Dalam lingkungan komunitas keagamaan seperti pesantren yang sensitif terhadap isu seksual, perawat memiliki peran krusial sebagai mediator. Mereka mampu menyampaikan informasi kesehatan secara etis, akurat, dan diterima baik oleh siswa maupun pengasuh pesantren. Kunci keberhasilan perawat dalam menjangkau kelompok ini secara efektif adalah keterampilan komunikasi terapeutik dan pendekatan budaya.

Menguatkan seluruh temuan di atas, Lalan et al., (2025) elalui kajian pustaka, mereka menyoroti bahwa walaupun sebagian besar remaja sudah memiliki pengetahuan dasar tentang HIV/AIDS, banyak di antara mereka yang belum benar-benar memahami tanda-tanda awal maupun cara pencegahan yang efektif. Berbagai faktor seperti tingkat pendidikan, kemudahan akses informasi, dan dukungan dari keluarga ternyata sangat berperan dalam membentuk sikap serta perilaku pencegahan HIV. Karena itu, dibutuhkan upaya edukasi yang lebih menyeluruh dan berkelanjutan, yang menggabungkan program di sekolah, pendekatan berbasis komunitas, serta kolaborasi lintas sektor. Dalam proses ini, peran tenaga keperawatan sangat vital sebagai garda terdepan yang mengedukasi dan mengadvokasi kesehatan remaja dengan penuh perhatian dan kepedulian.

 

Ini kesimpulannya ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun