Mohon tunggu...
Ratih Purnamasari
Ratih Purnamasari Mohon Tunggu... Konsultan - Tata Kota

Engineer | r.purnamasari16@gmail.com | Ratih antusias pada isu perkotaan, lingkungan, kebencanaan, smart city, blockchain dan big data. Sebagiaan ide dirangkum di mimpikota.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Jogja Kelola Bangku Taman, Jalur Pesepeda dan Pedestrian?

13 April 2015   10:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:10 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_409641" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu bangku taman yang ada di depan Kantor Tribun Jogja Jalan Jend.Sudirman (Dokumen:Ratih Purnamasari)"][/caption] Sesekali jika mulai bosan dengan rutinitas kampus, saya memilih jalan-jalan kaki. Jalan kaki saya lumayan jauh sekitar 1 km, dari perpustakaan pusat UGM ke jalan Jenderal Sudirman (Gramedia). Olah raga seperti ini bisa menyegarkan kembali pikiran karena rutinitas tadi. Saya menyukai kegiatan yang dinamis, dengan jalan kaki saya bisa menemukan kembali semangat untuk melanjutkan pekerjaan yang terunda. Beruntung, jalan kaki di Kota Jogja masih asiklah, tapi bukan berarti sudah benar-benar aman. Bagi saya, tidak masalah harus berjalan kaki sejauh 1 km asalkan cuaca hari itu tidak terlalu panas menyengat. Harapannya sepanjang jalur pedestrian ini ada tanaman dan pohon peneduh. Jadi sekalipun suhu udara sangat panas, kita masih nyaman berjalan kaki di bawah pohon-pohon peneduh. Dari kesenangan berjalan kaki ini saya kemudian memilih jalan tertentu yang menurut saya paling asik dan nyaman berjalan kaki. Jalan favorit saya ada di Jalan Jenderal Sudirman, selain karena ada gedung Gramedia dan beberapa tempat tongkrongan yang nyantai dan murah, keberadaan bangku taman di pedestrian Jalan Sudirman ini yang saya suka. [caption id="attachment_409647" align="aligncenter" width="373" caption="Foto: Ratih."]

14288969671561750967
14288969671561750967
[/caption] Bangku taman ini bisa digunakan siapa saja, terutama pejalan kaki yang ingin beristirahat sebentar. Bisa juga bukan hanya pejalan kaki, kalau ada yang ingin duduk santai sambil mengamati orang lalu lalang maka keberadaan bangku taman ini sangat membantu. Saya atau Anda mungkin kadang membutuhkan tempat dimana kita hanya ingin mengamati keramaian saja, duduk diam menikmati keadaan disekeliling tanpa terganggu dengan keramaian itu sendiri. Hanya saja jarang kita temukan tempat yang mempertemukan ketenangan di tengah keramaian. Terkadang kita hanya ingin duduk saja, tidak perlu repot-repot masuk ke dalam kedai dan toko makanan, lalu memesan makanan untuk bisa menikmati pemandangan di jalan. Bangku taman sepertinya juga berguna bagi lansia untuk memulihkan atau menyegarkan pikiran mereka. Berjalan-jalan kaki di kota, lalu duduk di bangku taman mungkin bisa membuat lansia ini lebih nyaman menghabiskan waktu di luar ruangan. Seorang ilmuwan Belanda yang tergabung dalam Firma Pivot Creative membuat desain bangku taman yang dilengkapi dengan penjepit buku. Mereka menyebut penemuan ini dengan nama “Ruilbank”. Idenya sangat menarik, jadi bangku-bangku ini dilengkapi dengan buku di dalam penjepit tadi. Lansia yang masih mau menikmati kota Jogja dimasa lalu mungkin masih bisa mengobati kerinduannya dengan duduk di bangku taman seperti ini. Bagi orang seperti saya, yang membutuhkan tempat nyaman tapi tidak berbayar untuk menghilangkan kejenuhan rutinitas, akan sangat terbantu dengan keberadaan bangku taman. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Ruilbank di Amsterdam. (designboom.com)"]
Ruilbank di Amsterdam. (designboom.com)
Ruilbank di Amsterdam. (designboom.com)
[/caption] Pertanyaannya apakah ide bangku taman yang bersisian dengan pedestrian bisa menarik minat orang berjalan kaki? Pertama, kita tidak suka jalan kaki Ya, alasannya sederhana kalau ada motor kenapa harus jalan kaki. Alasan saya tadi yang ingin jalan kaki karena ingin menikmati pemadangan kota atau menghilangkan kepenatan mungkin terdengar agak aneh. Padahal jika sesekali menyempatkan jalan kaki, sebenarnya kita punya kesempatan untuk mengamati bagian-bagian setiap bangunan yang unik. Mungkin selama ini keadaan bangunan sekeliling kita terlalu biasa. Ternyata dengan berjalan kaki kita bisa mengamati lebih banyak, juga bisa lebih peka tentunya. Sayangnya, bangku taman yang saya maksud tadi yang ada di Jalan Jenderal Sudirman belum banyak penggunanya. Setiap kali jalan kaki ke daerah ini, tidak ada yang menduduki bangku taman ini selain saya. Sesekali lewat kembali di jalan ini, di dalam bus Trans Jogja saya melihat keluar ke arah bangku taman tersebut, namun sepi-sepi saja. Kali ini saya berfikir, dengan agak segan saya mengatakan kalau kita memang malas berjalan kaki. Tapi tentu ada alasan mengapa kita malas jalan kaki. Penggarapan desain untuk pejalan kaki, pesepeda dan bangku taman belum direncanakan dengan baik. Walaupun saat ini saya merasa sudah sangat beruntung dengan adanya rute yang jelas untuk pesepeda, artinya jumlah pengguna sepeda mulai diperhatikan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta. Jika melihat perencanaan jaringan transportasi untuk jalur pesepeda di luar negeri saya akui pemerintah kota di Indonesia masih harus bekerja jika ingin mengikuti negara maju dalam pengelolaan sistem transportasi moda sepeda. Pengendara sepeda sebagaimana yang pernah saya lihat untuk kota Melbourne misalnya memisahkan jalur pesepeda dan jalur mobil dengan pembatas di sepanjang sisinya. Di malam hari lampu pembatas kedua sisi antara jalur sepeda dan mobil dinyalakan sehingga bersepeda di malam hari juga cukup. Pengendara mobil tidak akan memasuki jalur pesepeda karena lampu pembatas antara keduanya dinyalakan, desain seperti ini juga akan mengurangi resiko kecelakaan. Kedua, bangku taman masih jadi proyek birokrat, bukan korporat Jika pemerintah berharap pada bantuan CSR beberapa perusahaan untuk mendanai beberapa proyek kemasyarakatan, maka tidak ada salahnya mencoba menganggarkan dana CSR untuk program penataan lingkungan. Penataan lingkungan bisa berupa membangun prasarana pedestrian. Pada beberapa lokasi di Kota Jogja saya menemukan beberapa prasarana untuk atap peneduh dari tanaman-tanaman hijau. Beberapa atap peneduh ini sudah berdaun lebat. Kedepannya, saya sangat berharap, prasarana seperti atap peneduh ini semakin banyak kita temukan di sepanjang jalan. Program CSR lainnya yang bisa dikembangkan yaitu pembuatan jalur sepeda dan pejalan kaki. Walaupun saat ini sudah ada, namun perlu dipikirkan kembali keamanan pengendara sepeda dan pejalan kaki. Lagi pula jalur Trans Jogja juga masih berada di jalan yang sama dilalui pengendara motor dan mobil. Pemerintah kota bisa mengambil contoh dengan konsep sepeda kampus UGM. Misalnya untuk skala kota, pemerintah membangun shelter-shelter sepeda kota yang terhubung dengan beberapa titik lokasi strategis. Sistem keamanannya menggunakan sistem komputerisasi, dengan menunjukkan id tertentu (kartu pesepeda,misalnya) maka pihak operator di shelter tujuan akan menginput data kita dan selanjutnya tinggal menunggu pengguna sepeda sampai di tempat tujuan. [caption id="attachment_409643" align="aligncenter" width="448" caption="Stasiun Sepeda Kampus di UGM (Foto:Ratih)"]
1428896425571793979
1428896425571793979
[/caption] [caption id="attachment_409644" align="aligncenter" width="448" caption="Foto:Ratih. Lokasi di Gelanggang utama Kampus UGM"]
1428896590507300777
1428896590507300777
[/caption] Sistem sepeda kota ini juga bisa disatukan dengan pelayanan bus Trans Jogja. Jadi apabila shelter bus TransJogja tidak berada persis di lokasi tujuan, kita bisa menggunakan sepeda kota menuju lokasi tersebut. Tentunya ide sepeda kota ini lebih cocok diterapkan di dalam kota yang dihubungkan dengan lokasi pusat jasa, pendidikan dan komersial. Ide ini akan membutuhkan rancangan dan konsep yang lebih matang tentunya, tapi gambaran besar tentang penerapan sepeda kota dan bagaimana sistem ini bekerja saya uraikan dengan gamblang. Jika fasilitasnya sudah ada, saya percaya akan menarik minat warga secara perlahan. Karena kita pahami, berjalan kaki dan bersepeda belum jadi budaya atau kebiasaan orang-orang di negeri ini. Namun ketika sarana prasarana ada, gerak perubahan dilakukan secara perlahan-lahan, maka tidak mustahil kita benar-benar bisa menerapkan budaya bersepeda dan berjalan kaki. ***

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun