Mohon tunggu...
Ratih Noko
Ratih Noko Mohon Tunggu... Administrasi - Less is More

Pecinta buku dan travel

Selanjutnya

Tutup

Money

Catatan Sektor Migas Indonesia

13 Juni 2018   19:03 Diperbarui: 13 Juni 2018   19:09 991
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Selain itu, penurunan stok global minyak mentah akibat pemangkasan produksi yang dipimpin oleh OPEC serta penarikan diri presiden Trump dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran sehingga membatasi ekspor minyak pada akhirnya berpadu mendorong kenaikan Brent (17,2 %) dan WTI (16,3%) dari sejak awal 2018.

Pemerintah optimis bisa menghadapi harga minyak yang mengalami tren kenaikan. Dirjen Migas Kementerian ESDM menyebutkan bahwa dari data BKF setiap kenaikan harga minyak US$1 per barel, penerimaan negara bertambah sekitar Rp2,8 triliun hingga Rp2,9 triliun. 

Namun, kenaikan harga minyak bumi juga membuat subsidi energi bengkak sekitar Rp2,5 triliun hingga Rp2,6 triliun. Namun demikian masih ada windfall profit sekitar Rp300 miliar.1

Baru-baru ini artikel The Economist yang berjudul 'Does dear oil help or hurt emerging economies? It's complicated' menyebutkan bahwa harga minyak yang tinggi akan merugikan negara importir minyak dan sebaliknya harga minyak rendah akan merugikan negara eksportir minyak. 

Namun untuk kasus Indonesia lebih kompleks karena selain negara net importir minyak, Indonesia juga sebagai eksportir energi yaitu batu bara dan minyak sawit. Oleh karena itu, pada saat harga batu bara, minyak sawit, dan minyak naik secara bersamaan justru Indonesia akan mendapat keuntungan dari harga minyak US$ 100 per barrel.

Berbenah Bisnis Migas

Harga minyak pernah meroket di atas US$100 per barrel pada tahun 2008 dan 2012, namun nyatanya pada saat itu belum mampu mendongkrak penerimaan negara dari sektor migas. Sumber penerimaan negara dari migas terus mengalami penurunan. 

Dari sisi potensi, cadangan minyak Indonesia memang tidak terlalu besar namun baru separuhnya yang sudah digali secara komersil dan sisanya masih terpendam di perut bumi.

Ada banyak hambatan yang masih menjadi beban sektor migas di Indonesia. Penyebabnya tidak hanya karena penipisan cadangan minyak namun juga hambatan investasi untuk eksplorasi dan eksploitasi minyak. 

Beberapa hambatan diantaranya masih mengandalkan sumur-sumur tua produksi minyak sejak 1970-an, iklim investasi eksplorasi sumur minyak baru yang kurang kondusif sejak krisis 1998, regulasi perpajakan, ketidakpastian bisnis, rumitnya perijinan, dan proses audit yang tidak terkoordinasi. 

Salah satu usaha Pemerintah memperbaiki bisnis migas adalah dengan menerapkan skema kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) model baru dengan skema Gross Split setelah Indonesia memakai PSC Cost Recovery selama lebih dari 50 tahun. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun