Mohon tunggu...
Mochamad RasyaSetyo
Mochamad RasyaSetyo Mohon Tunggu... mahasiswa

Undergraduate Law Student at University of Brawijaya Faculty of Law

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas: Mitos atau Realita?

6 Oktober 2025   14:17 Diperbarui: 6 Oktober 2025   14:17 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ungkapan hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas telah lama hidup dalam perbincangan masyarakat Indonesia. Istilah ini menggambarkan ketidakadilan dalam penegakan hukum, di mana rakyat kecil kerap dihukum berat untuk pelanggaran sepele, sementara pejabat, orang kaya, atau pihak berkuasa sering lolos dari jeratan hukum meskipun melakukan kejahatan besar. Pertanyaannya, apakah ungkapan ini hanya mitos yang dibesar-besarkan, atau memang sebuah realita dalam praktik hukum di Indonesia?

Keadilan yang Berat Sebelah kita tidak perlu jauh-jauh mencari contoh. Betapa sering berita menampilkan kisah orang miskin yang dihukum karena mencuri sandal, ayam, atau buah kakao  sementara di sisi lain, kasus korupsi bernilai miliaran rupiah justru berujung dengan vonis ringan, atau bahkan bebas karena alasan "kemanusiaan". Rakyat kecil seolah menjadi sasaran empuk ketegasan hukum. Mereka tak punya kuasa, tak punya jaringan, apalagi uang untuk membela diri. Sementara bagi mereka yang punya posisi dan pengaruh, hukum sering kali bisa ditawar. Di sinilah tajamnya hukum ke bawah dan tumpulnya ke atas terasa nyata.

Sistem Hukum yang Masih Berliku dalam teori, semua orang sama di mata hukum. Tapi dalam praktik, kesetaraan itu sering kali hanya indah di atas kertas. Ada banyak faktor yang membuat hukum terasa berat sebelah: ketimpangan ekonomi, korupsi di lembaga penegak hukum, dan budaya feodal yang masih kuat  di mana aparat sering kali sungkan menindak mereka yang "berkuasa". Hukum seharusnya menjadi pedang keadilan yang menebas siapa pun yang bersalah, tanpa pandang bulu. Sayangnya, pedang itu kadang justru menjadi alat kekuasaan: tajam untuk menakuti rakyat kecil, tumpul ketika menyentuh lingkaran elit.

Apakah hukum di Indonesia tajam ke bawah dan tumpul ke atas? Sayangnya, kenyataan di lapangan membuat kita sulit menepisnya sebagai sekadar mitos. Tapi pesimisme bukanlah pilihan. Selama masih ada suara yang berani menuntut keadilan, masih ada harapan bahwa pedang hukum itu suatu hari akan diasah ulang hingga ia benar-benar tajam ke semua arah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun