Oleh Rastri Rafiarum, mahasiswa mata kuliah jurnalistik cetak, PBSI FKIP UNS.
Kota Surakarta atau lebih dikenal oleh masyarakatnya dengan sebutan Kota Solo merupakan kota yang selalu memiliki cara tersendiri untuk menampakkan denyut hidupnya. Dari pagi hingga malam, bahkan sampai dini hari, kota ini seolah tidak pernah benar-benar tidur. Hiruk-pikuknya bukan sekedar keramaian belaka, akan tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan kebudayaan yang mengakar kuat di kota ini.Â
Saat matahari belum memunculkan diri, pedagang pasar tradisional sudah sibuk menata dagangannya. Pasar Gede, Pasar Klewer, hingga Pasar Legi menjadi saksi pergerakkan ekonomi di Kota Solo. Di saat kota lain masih terlelap, Solo lebih dulu memulai dengan semangat yang khas, hangat, dan sederhana. Menjelang siang, aktivitas akan didominasi oleh bidang pendidikan, perkantoran, dan pariwisata. Jalan Slamet Riyadi merupakan nadi utama yang tidak pernah sepi. Di setiap pinggir jalannya berjejer rapi tempat ngopi, nongkrong, atau atau sekedar tempat bercengkerama bagi kaum muda. Sementara itu, wisatawan yang datang dari luar kota akan lebih tertarik pada wisata budaya yang masih banyak ditemui di kota ini. S
olo akan lebih hidup ketika gelap sudah menggantikan cahaya matahari. Pedagang kaki lima di Gladag, penjual wedang ronde Manahan, hingga penjual jajanan di area Balai Kota Surakarta, menjadi saksi bahwa kota ini memiliki semangat yang tidak bisa padam hanya karena malam. Musik dari kafe, aroma sate, dibarengi tawa canda orang-orang yang sedang bahagia membuat suasana malam hari di kota sangat ramai, tetapi tetap teduh. "Solo 24 Jam" bukan hanya perihal ekonomi, akan tetapi merujuk pada karakter masyarakatnya yang ramah dan pekerja keras. Bukan hanya bekerja untuk hidup, akan tetapi mereka hidup untuk bekerja. Semua menjaga putaran roda kehidupan agar terus dinamis dan bisa menghidupi.Â
Solo dikenal dengan budaya angkringan. Angkringan merupakan tempat berkumpul yang tidak memandang kalangan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, pekerja, hingga wisatawan bisa mengobrol ringan sambal menikmati nasi kucing dan berbagai aneka gorengan yang bisa dibakar dan ditambah kecap. Tidak ada batas, semua setara, semua bersaudara. Namun di balik romantismenya, solo juga memiliki tantangan yang perlu direnungkan. Mobilitas yang tinggi akan berdampak pada pengelolaan kota, pemerintah dan masyarakatnya harus bekerja sama untuk menciptakan Solo yang aman dan nyaman. Selain keamanan dan kenyamanan, keseimbangan ligkungan juga perlu diperhatikan. Jangan hanya menikmati indahnya kerlap-kerlip lampu malam hari, tapi kebersihan kota ini juga harus dijaga bersama. Hidupnya yang 24 jam harus menciptakan kedamaian bukan kelelahan sosial.Â
Kota Solo mengajarkan kita bahwa kehidupan tidak berakhir dengan malam hari. Ia terus berdenyut, mengalir pada nadi, dan bergerak pasti mencapai tujuan masing-masing. Di tengah perubahan zaman yang semakin mengikis habis budaya, Kota Solo tetap hidup dalam harmoni antara tradisi dan modernisasi. Sebuah kota yang hidup, hangat, dan siap menyambut apa pun, siapa pun, dan kapan pun waktunya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI