Mohon tunggu...
Rastri Rafiarum
Rastri Rafiarum Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa yang memiliki keterkaitan dalam bidang menulis. Topik yang saya minati adalah topik yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari atau fenomena yang sedang terjadi di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Parenting

Mental Remaja Bukan Drama: Orang Tua Jadi Garda Utama

4 September 2025   08:04 Diperbarui: 4 September 2025   08:04 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Akhir-akhir ini, permasalahan yang berkaitan dengan mental remaja di Indonesia semakin menjadi perhatian serius. Mengutip dari laman resmi WHO, satu dari tujuh anak remaja di dunia saat ini mengalami permasalahan mental. Permasalahan mental yang paling banyak dialami oleh remaja antara lain adalah depresi, kecemasan, dan gangguan berperilaku. Di Indonesia sendiri, permasalahan ini mulai bermunculan dengan seiring waktu. Beberapa penyebab permasalahan mental yang dialami oleh remaja adalah karena adanya tuntutan akademik, pengaruh media sosial, pengaruh lingkungan, dan permasalahan keluarga.

 Dalam menghadapi situasi seperti ini, orang tua yang menjadi pondasi utama dimana anak mendapatkan asuhan pertama diharapkan mampu menjaga dan mengayomi anak dengan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat menjadi penentu, apakah anak dalam keluarga tersebut akan tumbuh dengan mental yang sehat atau justru hanyut terbawa oleh tantangan zaman yang semakin berat.

Bagi seorang anak, keluarga merupakan lingkungan pertama dimana dia tumbuh dan belajar. Orang tua yang hadir secara penuh dalam membimbing dan dapat dijadikan seorang teman berbagi cerita akan menciptakan rasa aman dan percaya dari anak itu sendiri. Anak yang merasa dihargai dan dilindungi dalam waktu yang bersamaan, akan lebih percaya diri dan memiliki keterampilan dalam mengelola emosi. Begitu pula sebaliknya, anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari orang tua akan mencari perhatian dan validasi dari orang lain. Anak akan mencari pelarian, yang tentu saja hal ini dapat berbahaya bagi kondisi mental seorang anak.

Tidak jarang dari permasalahan mental yang dialami oleh remaja ini bersumber dari pola asuh orang tua yang keliru. Sikap otoriter yang selalu menuntut anak untuk selalu sempurna tanpa adanya ruang salah akan menyebabkan gangguan kesecmasan yang cukup buruk. Anak akan takut berbuat suatu hal diluar tuntutan orang tua. Sikap seperti ini akan membuat seorang anak tidak mampu berkembang. Selain itu, bagi orang tua yang sering meremehkan pencapaian atau meremehkan perasaan seorang anak juga akan berdampak pada luka batin yang membekas dalam diri anak itu sendiri. Luka batin yang tidak segera terobati akan memungkinkan berubah menjadi rasa dendam.

Salah satu hal yang menjadi masalah kekeliruan pola asuh orang tua adalah kurangnya kesadaran literasi terkait kesehatan mental di kalangan orang tua. Banyak orang tua yang menganggap bahwa depresi dan kecemasan yang dialami remaja adalah suatu fase yang dapat membaik seiring waktu. Bahkan banyak orang tua yang menganggap gangguan mental anak terjadi hanya karena anak memiliki iman yang lemah. Orang tua tidak mengetahui bahwa apabila masalah mental ini tidak ditindaklanjuti secara serius akan berakibat fatal terhadap perkembangan anak. Membaca literatur atau berdiskusi dengan konselor akan menjadi Langkah awal bagi orang tua untuk membuka pemahaman baru.

Orang tua memang merupakan garda paling depan untuk melindungi anak-anak mereka, akan tetapi menjaga keesehatan mental seseorang juga merupakan kewajiban berbagai pihak. Pihal-pihak tersebut antara lain adalah sekolah dan masyarakat. Sekolah dan lingkungan sosial juga memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kesehatan mental seorang remaja. Komunikasi dan hubungan yang baik antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sosial akan menjadikan psikologis remaja terbentuk dengan baik. Dengan hidup lingkungan yang sehat, seseorang akan bisa mengolah emosi secara baik dan kecil kemungkinan mengalami permasalahan mental.

Dalam masyarakat sosial terdapat pandangan tentang pengaruh teman sebaya dan media sosial lebih besar dari pada pola asuh dari orang tua. Hal tersebut dapat dikatakan benar, namun tidak sepenuhnya. Kembali lagi pada kenyataan bahwa keluarga adalah pondasi utama yang menentukan bagaimana anak akan berkembang dan bersosialisasi. Anak yang sejak kecil tumbuh dalam keluarga yang pengertian dan saling menjaga akan memiliki perlindungan yang lebih kuat terhadap ancaman atau tantangan dari dunia luar.

Kesehatan mental anak bukan hanya tanggung jawab pribadi, guru, psikolog, bahkan negara. Akan tetapi, orang tualah yang paling penting dan bertugas dalam menciptakan lingkungan hidup yang baik bagi anak. Kehadiran yang tulus, komunikasi yang hangat, saling mendengar dan didengarkan, dan saling menjaga dari keluarga akan menjadi benteng yang kokoh bagi seorang anak untuk menghadapi dunia nyata yang penuh akan tekanan. Kini saatnya orang tua berhenti memiliki pemikiran bahwa mental anak hanya sebuah drama. Anak-anak tidak hanya butuh kesehatan fisik dari makanan dan akademik dari pendidikan. Akan tetapi mereka juga membutuhkan ruang dimana mereka merasa aman dan nyaman untuk mereka menangis, tertawa, bercerita, dan 'pulang'.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun