Mohon tunggu...
Ronald Pasir
Ronald Pasir Mohon Tunggu... Economist, Stock trader, financial adviser, freelance writer

Hobi Mancing dilaut, menyukai humor, open minded, peniti jalan kehidupan. Suka menulis, percaya bahwa kata-kata bisa menjadi senjata nurani. Menulis bukan untuk menjadi populer, tapi untuk membela yang tertindas dan menggugah yang terlena. Diam di tengah ketidakadilan adalah bentuk pengkhianatan terhadap kemanusiaan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Es Mambo, Jalan Toll dan 200 Ribu Hektare Hutan Yang Hilang

17 Juni 2025   17:19 Diperbarui: 17 Juni 2025   17:19 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


"Es Mambo, Jakan Toll dan 200 Ribu Hektare Hutan yang Hilang"

-------


Oligarki, Dosa Lama, dan Seni Menyulap Diri Jadi Dermawan

Di negeri ini, dongeng masih laku. Bahkan, semakin mustahil ceritanya, semakin ramai pula yang percaya. Salah satu dongeng paling viral adalah tentang seorang pengusaha jalan tol yang konon memulai usahanya dari jualan es mambo di pinggir jalan. Kisah itu mengalir di layar kaca, disisipkan dalam ceramah agama, disebar ulang oleh akun motivasi dan dibalut dalam narasi "dari nol menuju puncak".

Tapi siapa sangka, di balik kisah es mambo itu ternyata tersimpan jejak pembabatan hutan ratusan ribu hektare, utang negara, dan dosa-dosa korporasi yang membekas di tanah Kalimantan.

Ketika Masa Lalu Tak Bisa Dikubur

Tokoh yang kini dikenal sebagai dermawan ini---yang dengan murah hati membagikan uang, membangun masjid, bahkan mencium kaki ibunya di acara talk show---ternyata pernah memimpin Dayak Besar Group, sebuah konglomerasi kehutanan yang pada awal 1990an menguasai lebih dari 200.000hektare hutan di Kalimantan. Konsesi ini kemudian dibuyarkan, jurangnya kontrak ditinggalkan, dan izin tak diperpanjang setelah sekitar 1992 .

Tak lama setelah itu, perusahaan tersebut meninggalkan jejak utang ratusan miliar ke bank negara (BRI) dan tak melunasi kewajiban dana reboisasi senilai sekitar Rp350miliar . Di sisi lain, JH juga terang-terangan mengaku telah "mengemplang pajak selama 35 tahun" sebelum akhirnya mengikuti program tax amnesty dan membayar Rp55miliar kepada negara  .

Namun anehnya, kisah ini seolah hilang dari catatan publik. Ia tidak dibicarakan dalam seminar etika bisnis, tak diungkit oleh influencer yang memujinya, bahkan jurnalis pun seperti melewatkannya. Apakah semua dosa bisa disucikan hanya dengan lembaran-lembaran rupiah yang dilempar ke masyarakat kecil?

Strategi Simpati dan Panggung Amal

Di era digital ini, dermawan bukan hanya harus memberi---tetapi juga merekam dan memviralkannya. Dan inilah senjata paling efektif dari oligarki modern: menciptakan narasi alternatif untuk menghapus sejarah.
*Membagikan uang di jalan citra peduli rakyat.
*Membangun masjid citra religius.
*Mengaku jualan es mambo citra rendah hati dan pekerja keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun