Digitalisasi: Pencerdasan atau Pembodohan Bangsa?
*Tulisan ini dipersembahkan untuk semua guruku yang telah membuatku mampu menjelajah dunia.
----------
Teknologi digital melaju cepat ke ruang kelas---laptop, tablet, dan papan pintar menjadi bagian dari "kelas masa depan". Namun realita di beberapa negara Eropa mengundang pertanyaan: apakah digitalisasi benar-benar membuat siswa lebih pintar, atau justru memperpendek rentang perhatian dan mengikis kemampuan dasar belajar?
1. Saat Finlandia Mengembalikan Buku ke Tas Ransel Siswa
Di Riihimki, sebuah kota kecil di Finlandia, murid-murid SMP kembali membawa buku cetak di tas mereka, bukan laptop . Setelah sepuluh tahun mengandalkan perangkat digital di kelas, guru dan orang tua menyadari:
*Murid mudah teralihkan ke media sosial saat harus mengerjakan soal .
*Konsentrasi melemah, pembelajaran melaju cepat tanpa benar-benar dipahami .
Neuropsikolog Minna Peltopuro memperingatkan: layar mengganggu postur tubuh, mata cepat lelah, dan multitasking oleh anak-anak bisa menghambat pengembangan kemampuan kognitif mereka .
2. Swedia: Dari Tablet ke Tinta dan Kertas
Swedia juga sedang menggeser arah. Pemerintahnya, setelah dulu begitu agresif mendigitalisasi preschools, kini meminta anak-anak di bawah 6 tahun hanya menggunakan buku dan latihan menulis tangan .
Menteri Pendidikan Lotta Edholm menyatakan bahwa "anak-anak Swedia perlu lebih banyak menggunakan buku cetak" . Karolinska Institute pun memperingatkan bahwa "pembelajaran melalui digital bisa melemahkan kemampuan kognitif anak”
Liveon Palmer, siswa kelas 3, mengaku lebih mudah belajar dengan menulis daripada mengetik: