Sapaannya selalu "Koran Kompas kan, Neng? ", itu yang diucapkan pada saat saya melongokkan kepala di pintu masuk. Tidak jarang jika terdapat keterlambatan kedatangan koran Kompas, saya gunakan untuk membaca majalah Gadis terbaru yang dipinjamkan oleh penjaganya. Tepat ketika koran datang, maka usai juga kegiatan membaca majalah gratis ini.
Hal yang saya ingat adalah ada beberapa waktu dimana Koran Kompas ini tidak bisa saya dapatkan. Bukan hanya edisi minggu namun juga edisi di hari biasa.
Biasanya hal ini jika terdapat kejadian luar biasa yang akhirnya Koran Kompas telah habis diserbu pembaca. Kami yang tinggal di kota kecil kehabisan jatah untuk didistribusikan.
Kejadian luar biasa kala itu memang hanya bisa dibaca melalui koran cetak. Walaupun terbatas hanya sampai kejadian di tengah malam. Melebih waktu itu, maka berita akan diterbitkan pada hari selanjutnya.
Hal yang paling seru tentu pada saat perhelatan akbar Piala Dunia atau Eropa. Karena waktu final biasanya menjelang subuh, otomatis berita dalam koran cetak akan terbit satu hari sesudahnya.
Zaman sekarang hal ini mungkin dianggap basi. Namun pada masa itu, walaupun terbit satu hari sesudahnya, koran cetak tetap ditunggu. Menunggu headline yang sudah kita prediksi.
Demi mendapatkan edisi ini tidak jarang ayah saya meminta secara khusus untuk dibelikan kepada agen "Mang Akam". Harganya menjadi lebih mahal pun tidak menjadi masalah.
Kejadian lain yang bisa menyebabkan kami kehabisan koran cetak adalah pada saat menjelang hari raya Idul Fitri. Kondisi jalan yang macet, membuat koran tidak bisa datang tepat waktu. Agar tidak sia-sia, biasanya kami menelpon agen koran mengenai ketersediaan koran. Jika sudah datang barulah saya pergi untuk membelinya.
Bahkan dikarenakan banyak peminatnya biasanya terdapat sistem siapa cepat dia dapat. Sehingga menelpon untuk memesan koran adalah salah satu cara agar koran tidak dijual kepada orang lain.
Beberapa waktu dikarenakan distribusi yang terganggu oleh situasi mudik, koran cetak bisa datang malam hari. Dan ini artinya kami membaca koran satu hari sesudahnya.
Basi? Jika dipikirkan sekarang mungkin iya. Tapi ya kondisinya memang seperti itu.