Mohon tunggu...
ranti winandi
ranti winandi Mohon Tunggu... mahasiswi

haii

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Babaritan di Desa Kranggan

7 Februari 2023   18:01 Diperbarui: 7 Februari 2023   18:05 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Daerah Kranggan, Kampung yang sudah dikenal dengan Kampung Adat ini mempunyai tradisi yang dijaga secara turun-temurun dengan melestarikan budaya yang ada. Mereka memiliki tradisi yang konon sudah ada selama berabad-abad dan diturunkan dari generasi ke generasi yang disebut Babarit. 

Babarit menurut istilah adalah "ngababarkeun ririwit" yang artinya melenyapkan kesusahan atau menggunakan istilah lain dianggap sebagai "sedekah bumi". Masyarakat akan menuangkan rasa syukurnya terhadap alam, leluhur, & Sang Pencipta. Hal itu juga merupakan doa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk keselamatan dan tidak ada harapan yang tidak diinginkan di masa depan. Doa ini dilakukan secara budaya atau tradisional. 

"Maknanya adalah untuk mengungkapkan rasa syukur kepada sang pencipta, bahwa masyarakat telah diberikan kesehatan, cukup diberikan sandang, pangan, papan, tidak ada bencana, tidak ada bala selama setahun ini," ungkap Suta Tjamin, salah seorang tokoh masyarakat Kranggan. 

Dalam upacara tersebut, warga Kampung Kranggan akan berkumpul dengan membawa sesajian hasil bumi berupa buah-buahan, kue, ikan, daging, serta nasi lima warna yang diletakkan dalam sebuah jalinan bambu yang beralaskan daun pisang berukuran 1,5 m x 1,5 m. Sisanya mereka akan menempatkan berbagai kudapan tersebut dalam sebuah baskom atau wadah-wadah lain.

Upacara dipimpin oleh seorang tetua desa bernama Bapak Kolot. Kepala desa ini duduk di antara kerumunan warga di depan sesaji yang disuguhkan dengan melantunkan doa dan mantra memohon keselamatan dan berkah kehidupan masyarakat. Dia juga menyampaikan maksud dan tujuan dari babarit, selain menerangkan dengan ringkas bagaimana sejarah dan tradisi di Kranggan juga untuk memupuk Rasa Kebersamaan. 

"Pertama, dapat mempererat tali silaturahmi, bisa untuk saling bertukar pikiran, saling nganjang sono sesama warga. Kedua terhadap persatuan, masyarakat tidak akan saling membeda-bedakan melihat sukunya apa, keyakinannya apa, agama apa, yang jelas bersyukur pada sang pencipta. Ketiga gotong royong, di mana warga akan terlihat saling bantu membantu antar sesama," ujar Tjamin. 

Lurah Jatirangga, Namar Naris mengungkapkan, pihaknya mendukung penuh kelangsungan tradisi ini. "Tentunya sejalan dengan visi Desa Jatirangga menjadi pemimpin dalam sumber daya manusia dan melestarikan praktik budaya, kita perlu mempertahankan kegiatan yang ada. Dan dalam even-even tertentu, para tokoh adat kita berikan penghargaan untuk memotivasi agar budaya ini jangan sampai punah karena ini untuk pembelajaran juga bagi generasi selanjutnya," katanya. 

Tradisi ini sudah lama bercampur dalam masyarakat Kranggan. Babarit sudah mendarah daging dalam adat Sunda dan telah menjadi esensial bagi spiritualitas masyarakat disana, terlepas dari beragam latar belakang kehidupan pribadi mereka. Setidaknya berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial karena dapat memupuk rasa kebersamaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun