Mohon tunggu...
Surani Wahyu Jatmiko
Surani Wahyu Jatmiko Mohon Tunggu... -

Mencoba menuliskan yang berkelebat dalam pikiran...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akhirnya Jadi Tim Hore Saja

5 Juli 2014   21:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:20 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seumur hidupku, hanya sekali aku ikut coblosan pemilu. Yaitu tahun 1987, saat aku duduk di kelas 3 SMA. Jaman dulu, partai hanya ada 3, PPP, Golkar dan PDI. Dari pemilu-pemilu sebelumnya Golkar yang selalu menang. Demikian pula di desaku. Bisa dihitung dengan jari yang nyoblos PPP atau PDI. Yang PPP semua sudah tahu, hanya dua keluarga santri di desaku saja yang terdiri dari enam orang yang sudah memiliki hak suara saat itu. Dua keluarga itu yang kebetulan memiliki langgar di halaman rumahnya. Untuk yang nyoblos PDI, yang ketahuan hanya satu orang. Namanya Bali. Dia jagoan di desaku. Saat hari pencoblosan tiba. Saking tidak adanya simpatisan dari Parpol..(.Eh, dulu Golkar itu setahuku bukan termasuk parpol ya. Parpol itu ya PPP yang bergambar Ka'bah, sama PDI yang bergambar Banteng), sampai ngimpor saksi dari desa tetangga. Bapakku adalah pensiunan polisi, yang berarti adalah abdi negara..Sehingga seluruh keluargaku juga harus mencoblos Golkar. Dalam keluargaku ada 8 orang yang memiliki hak pilih. Bapak, Ibu dan enam anaknya. Hanya satu orang adikku yang belum memiliki hak pilih. Sesuai dengan ketentuan, setelah masa pencoblosan selesai, saatnya menghitung kartu suara...Yang aku ingat Golkar menang telak, kemudian PDI aku lupa dapat suara berapa. Yang menjadi pembicaraan warga sedesa adalah jumlah pencoblos PPP. Berdasarkan perhitungan warga jumlah suara PPP adalah 6 suara, tiga orang dari keluarga Bu Suleman dan 3 lagi dari keluarganya Mughofir. Lha kok ini bisa dapat delapan suara....Kejadian ini jadi bahan obrolan sampai beberapa minggu di desaku. Termasuk juga di rumahku... Keluargaku pada rasan-rasan siapa ya, dua orang di desa kita yang coblos Ka'bah....???. Kemudian aku dan mbakyuku pas namanya Uwan mengaku kalau dua yang coblos PPPitu adalah kami...Beruntung kami tidak kena marah bapak yang amat loyal sama pemerintah yang berkuasa saat itu. Dan pengakuan kami berdua itu tidak sampai keluar dari pembicaraan diluar keluarga. Entah kenapa, dulu itu sebagai anak yang masih tergolong muda dan cupet pikirannya tentang politik, aku merasakan adanya ketidak beresan dalam perpolitikan dan kusampaikan pada mbakyuku dan dia setuju untuk nyoblos berbeda dari keluarga lainnya.

Itu kejadian dua puluh tujuh tahun yang lalu.... Setelah tahun itu aku jadi apatis tentang perpolitikan. Semasa reformasi dengan banyaknya partai baru, aku malah muak dengan partai yang dulu pernah aku coblos dan partai-partai sejenis. Yang punya keinginan untuk membuat negeri menjadi tidak beragam lagi, yang menyukai para perempuannya dikardusi. Sementara perilakunya bikin ngeri.

Saat pilpres mulai diterapkan dengan pilihan langsung sekarang inipun aku juga gak tertarik dengan PDIP, tapi aku tertarik dengan calon presiden yang diusung. Yang membuat aku tertarik untuk memilihnya, terutama karena orang-orang dari kelompok priyayi kemingsun sering memandang sebelah mata pada calon itu...Dengan ejekan yang seolah berkata : kowe sapa????.

Sayangnya keinginanku untuk mencoblos tanggal 9 Juli nanti tidak akan terkabul karena terhambat masalah administrasi yang aku pikir bisa diatasi dengan cepat, ternyata lumayan ruwet. Yo wis, jadi tim hore saja jadinya....Semoga siapapun yang menang, negeriku tetap aman...

Salam, SWJ

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun