Mohon tunggu...
Rania Shafa Putri Syarifa
Rania Shafa Putri Syarifa Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya adalah seorang mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi yang ingin mengembangkan ide

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahasa Slang dan Identitas: Studi Komunikasi Antar Kelompok Usia

26 September 2025   20:10 Diperbarui: 26 September 2025   20:05 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Siapa Kita dari Cara Kita Bicara

Cara kita bicara itu ternyata bisa menunjukkan siapa kita. Lebih dari sekadar susunan kata, bahasa adalah cerminan dari komunitas kita, pengalaman hidup, bahkan usia kita. Di antara semua itu, bahasa slang atau bahasa gaul punya peran yang unik dan kuat.

Banyak yang menganggap slang hanya sekadar bahasa "asal-asalan" yang bikin rusak tata bahasa. Padahal, di balik kata-kata seperti "mager" atau "ghosting," ada cerita soal identitas kita. Artikel ini akan mengajak Anda menyelami dunia bahasa slang yang menarik, melihat bagaimana membentuk identitas pribadi, membangun solidaritas, dan sesekali bikin kita geleng-geleng kepala saat ngobrol dengan generasi lain.

Slang: Bahasa Rahasia yang Menyatukan Kita

Bayangkan sedang seru-serunya ngobrol dengan teman-teman seumuran, lalu tiba-tiba ada seseorang mengucapkan satu kata slang yang bikin semua orang langsung paham tanpa penjelasan panjang. Itu bukan keajaiban, tapi kekuatan slang itu sendiri. Slang berfungsi seperti kode rahasia, yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu. Saat kamu menggunakan slang yang sama, itu tandanya kamu adalah "bagian" dari kelompok tersebut.

Lihat saja Gen Z. Mereka punya kosakata mereka sendiri, seperti "salty" (kesal), "spill the tea" (berbagi gosip), atau "flexing" (pamer). Kata-kata ini adalah bagian dari "kamus" mereka yang didominasi budaya internet dan media sosial yang serba cepat. Kalau kalian pakai kata-kata ini, kamu secara otomatis menunjukkan bahwa kamu  terkoneksi dengan tren terkini dan komunitas digital.

Sementara itu, generasi Milenial punya jejak slang mereka sendiri. Siapa yang tidak kenal "baper" (bawa perasaan) atau "galau"? Kata-kata ini muncul di era transisi, saat kita mulai sering berinteraksi di forum online dan media sosial yang baru berkembang. Slang ini menggambarkan pengalaman emosional yang khas di masa itu.

Saat Generasi Beradu Bahasa

Lalu, bagaimana jadinya kalau bahasa slang yang berbeda ini bertemu? Seringkali, bukannya nyambung, obrolan malah jadi canggung. Ini adalah "celah komunikasi" yang sering kita lihat antara orang tua dan anak-anaknya, atau atasan dan bawahan yang beda usia.

Misalnya, seorang Baby Boomer yang kebingungan mendengar anaknya bilang "mager" ketika diminta bersih-bersih rumah. Bagi mereka, kata itu tidak ada dalam "kamus" mereka, terdengar asing, dan mungkin malah terdengar aneh. Sebaliknya, anak-anak muda bisa frustrasi saat mencoba menjelaskan sesuatu, tapi terhalang oleh perbedaan bahasa yang begitu mendasar.

Fenomena ini membuktikan bahwa slang bukan hanya tentang kata, tapi juga tentang pengalaman hidup. Slang mencerminkan nilai-nilai, prioritas, dan bahkan cara berpikir yang berbeda antar generasi. Sulit memahami slang orang lain seringkali bukan karena kita bodoh, tapi karena kita punya cerita hidup yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun