Mohon tunggu...
Rangga Hilmawan
Rangga Hilmawan Mohon Tunggu... Human Resources - Pemikiran adalah senjata Mematikan. Tulisan adalah peluru paling tajam

Seorang Pemuda Betawi - Sunda

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[254] Awal

13 November 2020   11:18 Diperbarui: 18 November 2020   00:27 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Gadis itu duduk di barisan depan, dihimpit oleh beberapa teman wanita lainnya, matanya terlihat fokus pada slide power point yang disajikan oleh sang pengampu, aku yang duduk di barisan depan sudut terjauh dari kelas itu, mencuri-curi pandang menoleh ke arahnya. Kutertarik pada sebuah senyum yang indah dari seorang wanita di sebuah kelas saat itu, mataku tidak bisa lepas lama dari seraut wajah yang menyejukan hati dan jiwa. Pikiranku tidak fokus pada mata kuliah yang diberikan oleh seorang dosen Pengantar Ilmu Politik yang sekaligus sebagai wakil Rektor.

Dia cantik dalam sudut pandangku, dengan lesung pipi yang terlihat jelas dari sebelah kanan, kacamata kotak yang mungkin paling tebal diantara kami semua. Kerudung yang menjular panjang menutupi sebagian tubuhnya. Kukira hanya parasnya yang cantik dan senyumnya yang manis, ternyata dia memiliki kecerdasan dalam akademik. Pembawaannya yang tenang dan tertutup pada teman-teman yang tidak terlalu akrab dengannya menjadikan dia sosok yang begitu membuatku penasaran.

Ternyata setelah beberapa semester aku lalui dengan selalu berada satu kelas dengannya, dan juga teman-teman lainnya. Aku juga tau bukan hanya keindahan serta kecantikan yang tampak dari sesuatu yang bisa terlihat, tapi aku, temanku, mungkin hampir semua yang pernah berinteraksi ataupun tidak bisa merasakan ada sebuah kecantikan yang muncul dari dalam hati, dari sudut yang tidak bisa terlihat oleh batas pandang mata. Dia memiliki hati yang lembut, setiap orang yang berada disekitarnya pasti akan merasakan, dia hebat dalam menjaga wudhunya, dia rajin dalam menunaikan perintah tuhan dan selalu berusaha menjauhi apa yang dilarang, ku perhatikan sesekali, dia pandai menjaga pandangan mata dari sesuatu yang tidak pantas dia lihat.

Berawal dari mengagumi sebuah senyum manis, dilanjutkan pada ketakjuban akan kepandaian akademik, lalu berakhir pada keteguhan Iman yang dimiliki, serta pancaran kecantikan hatinya yang bisa kami semua rasakan.

Ini merupakan awal perjalanan cintaku. Ya, cintaku..

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun