Mohon tunggu...
Mayang Rahayu
Mayang Rahayu Mohon Tunggu... -

-Mayang Manguri Rahayu\r\n-Bandung, Indonesia \r\n-English, Indonesian, Sundanese, Javanese, Little Spanish (Languages)\r\n- Environmentalist, Traveler, Next Lecture of Hydrological aspect and Groundwater Engineering, Jazz Music, Vocalist, Cultural observer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pesan Kesyukuran dari Ranah Bromo

22 Agustus 2011   17:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:33 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bromo, sebuah stratovolcano tropis yang gaungnya terdengar hampir ke seluruh penjuru dunia. Keindahan alam pegunungan Bromo yang berada pada ketinggian 2392m dpl, merupakan kawasan wisata yang termasuk dalam gugusan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Banyak acara-acara terutama bertemakan seni budaya diadakan di kawasan ini seperti Jazz Gunung (2011) juga  shooting film Pasir Berbisik yang memanfaatkan keindahan kawasan ini. Bromo  pernah meletus sebanyak 66 kali tercatat dari tahun 1767, maka tak heran jika masyarakat Tengger yang merupakan suku asli daerah ini, sebagian besar menggantungkan hidupnya pada pertanian karena keberlimpahan tanah vulkanik yang subur. Memasuki kawasan pegunungan ini, pelancong dimanjakan oleh pemandangan barisan pohon cemara, yang terkenal dengan nama Cemoro Lawang. Rute wisata kawasan ini yang biasa ditawarkan, meliputi Puncak Penanjakan dimana wisatawan bisa melihat terbitnya matahari dan lautan pasir, lalu menuju kawasan lautan pasir, Gunung Bromo, sebagai alternatif wisatawan dapat menjelajahi Savana serta Bukit 'Teletubbies'. Tak banyak yang tahu, dibalik ketenaran  kawasan ini, tersimpan sebuah legenda rakyat yang konon Bromo adalah sebuah 'Bukit Kesyukuran'.  Bermula dari aksi penyelamatan warga Majapahit dari penyerangan bertubi, kawasan yang semula sepi tak terjamah menjadi sebuah poros kehidupan di kawasan 4 karesidenan tua (sekarang kabupaten yang ada pada bentangan kawasan pegunungan Bromo) di Provinsi Jawa Timur, yaitu Lumajang, Probolinggo, Malang, dan Pasuruan. Tersebutlah seorang Roro Anteng, istri dari Joko Seger yang tengah risau karena di usia pernikahan mereka yang ke sepuluh, mereka belum dikaruniai keturunan. Roro Anteng pernah berjanji pada Hyang dan Semesta ia akan mengorbankan apapun dan jika memiliki anak lebih dari satu maka ia rela mengorbankan salah satu anak mereka. Dalam waktu yang tak lama, doa Roro Anteng dikabulkan. Setelahnya Hyang menganugerahi 25 anak. Salah satu anaknya, Jaya Kesuma bersama kedua adiknya pergi menggembala ke sekitar padang rumput di Bromo. Namun, saat kembali pulang, mereka melihat muntahan lahar yang mendekati mereka. Membuat mereka sadar bahwa Gunung Bromo meletus. Di suatu titik, adik Jaya Kesuma tersandung batu dan hampir saja terkena lahar. Jaya Kesuma menyelamatkannya, namun sialnya dialah yang terseret aliran lahar tersebut. Roro Anteng telah mendengar berita tersebut, dan menyesali sumpah yang telah diucapkannya dalam kondisi emosional kepada Hyang. Namun Joko Seger tak mau menyerah akan keadaan ini, ia berinisiatif menyebar ke penjuru Bromo untuk mencari Jaya Kesuma. Seluruh mayarakat sekitar saat itu menganggap apa yang dilakukan Joko Seger tidak masuk akal karena, mana mungkin seseorang yang sudah terseret lahar panas bisa bertahan hidup. Tak disangka di saat terlarut duka itu terdengar panggilan bahwa Jaya Kesuma kembali, dalam keadaan sehat wal afiat. Konon keajaiban didatangkan oleh Hyang karena Joko Seger dan Roro Anteng adalah insan manusia yang penyabar, tak mengenal putus asa, tak putus berdoa, dan selalu berbuat baik. Dari legenda inilah upacara Kasodho berasal. Kasodho memiliki makna  'kabar keselamatan', diadakan setiap bulan ke-12, malam ke-14 dalam penanggalan Tengger. Seluruh masyarakat Tengger melakukan pengorbanan berbentuk pelemparan sesaji ke arah kawah Bromo berupa hasil ternak, hasil pertanian, sebagai kaul terhadap keberlimpahan hasil bumi mereka. Namun segala hal tentang Bromo bukan tentang wisata dan legenda semata. Bromo, hanya sebagian kecil kekayaan bumi Indonesia yang bertaburan dan seolah selalu 'berpesan'. Lupakan kejenuhan akan berita-berita keserakahan para elitis dan aparatur negara atau pengejaran-pengajaran sebagian besar kita masyarakat kota akan hal-hal materialistis yang tak sadar terus menerus menggunakan alam sebagai benda konsumsi atau bahkan hanya sekedar objek kunjungan pemuas hati, tanpa memetik makna pada pesan alam semesta akan nilai-nilai filosofis di dalamnya maka suatu kepekaan terhadap kehidupan manusia yang tak pernah bisa lepas dari alamnya namun arus trend dan tuntutan kebutuhan. Sekarang, jika kita menganggap salah satu komponen alam Indonesia itu adalah seorang sahabat kita, misal analogikan kita mengajak Bromo bersama menikmati kopi di sebuah cafe sambil berbincang-bincang. Maka tak mungkin, sambil berbincang dengan sahabat, kita menaburkan sampah dari kepala sampai tubuhnya, mengambil perhiasan di tubuhnya secara berlebihan, jika ingin meminta sesuatu karena kebutuhan kita, pasti kita memintanya secara sopan santun dengan cara kita masing-masing. Dalam hubungan tersebut kitapun memahami karakter sahabat Itulah, mengapa ada persahabatan, disitulah ada saling pengertian. Belajar memahami kesyukuran, apabila sekarang kita ada di posisi Roro Anteng sewaktu menunggu momongan, dalam hal ini kita menunggu rizki, mampukah kita tak melalui 'jalan pintas' terus menikmati hari kita dengan kesabaran kita? Ketika Roro Anteng dan Joko Seger harus kehilangan (sementara) Jaya Kesuma lalu kemudian bertemu kembali dengan anak ke sembilannya itu, mereka tak lupa bersyukur, bersujud, sebagai rasa terima kasih terhadap Hyang. Apakah setelah kita mendapatkan nikmat atau rizki kita sudah berterima kasih dan bersyukur?  Atau ketika keseharian umumnya kita  dipenuhi kesibukan pengejaran hal-hal materi, seolah sesuatu ingin kita kejar lebih dan lebih tinggi hingga melampaui batas realistis tanpaberujung kepuasan? Lalu ketika harus mengorbankan apa-apa kelebihan milik kita yang berharga, apakah kita berhenti menggerutu karena kelapangan hati kita? Melalui sujud Roro Anteng dan Joko Seger menyadari, alam adalah pemberian Sang Hyang yang besar dan megah, dalam kebersimpuhan pada alam, kitapun belajar untuk tidak merasa memiliki kedigjayaan akan kesempurnaan kita manusia dibandingkan makhluk lainnya. Kita dapat menjadi korban kemarahan alam, jika Dia mau. Karena alam merupakan gabungan substansi besar. Ya, alam ini memiliki banyak arti  dibalik keindahannya, keasrian,kegagahan dan kearifannya ia memiliki kompleksitas sendiri yang semestinya dimengerti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun