Mohon tunggu...
Ramlan Effendi
Ramlan Effendi Mohon Tunggu... Guru yang suka menulis

berbagi dan mencari ilmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Siswa SMP Masih Ada Yang terbata Membaca

24 September 2025   19:10 Diperbarui: 24 September 2025   15:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kita ini kadang kocak. Di seminar, orang-orang pakai jas rapi ngomong soal Artificial Intelligence, coding sejak TK, kelas digital, revolusi industri 4.0. Tapi di bangku SMP, ada murid yang masih jungkir balik membedakan huruf b dengan d. HP di sakunya sudah 5G, tapi otaknya masih nyangkut di "ini Budi".

Dan jangan salah, ini bukan cerita satu-dua kasus aja. Banyak. Mereka biasanya pendiam, rajin menunduk, jago bikin alasan ke toilet pas jam Bahasa Indonesia. Semua jurus ninja keluar hanya untuk menghindari kalimat sederhana.

Tapi ya begitulah kita. Yang ribut: "Apakah PR bikin anak stres? Apakah kurikulum sudah sesuai zaman digital?" Halo, zaman digital apaan, wong zaman alfabet aja belum tuntas.

Kalau ditanya siapa yang salah, jawabannya bisa panjang kayak antrian beras murah. Ada yang nuduh SD kebablasan. Ada yang nuduh orang tua sibuk cari nafkah, lupa anak. Ada yang nuduh sistem pendidikan kita kayak bakso oplosan: lebih banyak tepung daripada daging.

Tapi makin banyak tudingan, makin kabur siapa yang mau tanggung jawab. Yang jelas, anak-anak itu tetap hadir di kelas. Duduk manis, pura-pura paham, sambil berdoa jangan dipanggil maju. Dan kita, orang dewasa, sibuk rapat, sibuk bikin jargon. Merdeka Belajar, Profil Pelajar Pancasila, Digitalisasi Sekolah. Bagus, keren. Tapi kalau murid SMP belum bisa membaca, semua jargon itu cuma kembang api malam tahun baru: boom! indah lima detik, lalu asapnya bikin sesak napas.

Kita suka heboh soal PR: kebanyakan, bikin anak stres, bikin orang tua ribet. Padahal PR terbesar bangsa ini ya simpel: pastikan anak bisa membaca lancar.

Kalau membaca saja belum beres, semua pelajaran lain itu cuma bunyi-bunyian. IPA? Gagal. Matematika? Ya gimana ngerti soal kalau kata "mangga" aja masih terbata. IPS, PPKn, Seni Budaya? Semua terdengar kayak ceramah pakai mikrofon rusak.

Tapi PR ini jarang dibicarakan. Mungkin karena nggak seksi. Mana ada pejabat teriak di podium: "Target kita tahun ini: anak SMP bisa membaca!" Kan nggak keren. Lebih keren kalau bilang: "Kita siap masuk era kecerdasan buatan!" Padahal kecerdasan asli aja masih bolong di sana-sini.

Syukurlah masih ada guru yang waras. Mereka kerja diam-diam, nggak masuk headline. Ada yang rela datang lebih pagi, ngajarin huruf pakai kartu dari bungkus mi instan. Ada yang pakai lagu dangdut biar anak-anak nggak ngantuk. Ada juga yang bikin game tebak kata pakai papan tulis lusuh.

Hasilnya? Bukan ranking PISA, bukan grafik canggih. Tapi senyum malu-malu anak yang akhirnya bisa membaca satu paragraf tanpa berhenti. Itu lebih jujur daripada semua statistik pemerintah.

Bangsa ini suka lompat-lompat. Padahal pondasi belum kuat. Membaca itu pondasi. Kalau belum kuat, ya semua rencana digital hanyalah balon gas. Cantik di udara, tapi gampang meletus kalau kena paku realita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun