Mohon tunggu...
Ramadianto Machmud
Ramadianto Machmud Mohon Tunggu... Freelancer - Citizen Journalism

Email: ramadianto.machmud@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Fenomena KLB-PD, Karma Buruk Politik SBY?

7 Maret 2021   00:52 Diperbarui: 9 Maret 2021   19:45 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Susilo Bambang Yudhoyono, siapa yang tak kenal beliau. Namanya sangat familiar ditelinga rakyat Indonesia dengan sebutan Presiden SBY. Selama 1 dekade periodisasi beliau bersama Partai Demokrat memerintah.
Partai yang kala itu memegang teguh prinsip 'Katakan tidak pada korupsi' dianggap layak oleh hampir sebagian besar rakyat mampu membawa citra baik bagi bangsa ini.

Perjalanan partai berlambang bintang mercy itu terbilang cukup gemilang. Lolos verifikasi tahun 2004, sekaligus berhasil mencapai puncak di tahun yang sama. Mengantarkan SBY dan JK sebagai pasangan nomor 1 di Indonesia, mengalahkan pasangan lainnya melalui pemilihan langsung.

Atas pencapaian yang luar biasa itu, SBY dan PD menjadi paket komplit. Bicara PD artinya bicara SBY. Rakyat Indonesia tak mengenal siapa pun selain figur SBY. Ibarat lukisan kekuasaan, SBY gambarnya sedangkan PD sebagai frame-nya.

Namun, ketika masa kekuasaan SBY usai, berakhir pula masa kejayaan PD dengan rentetan panjang kasus korupsi dan banyak lagi kasus-kasus lainnya. Seperti titik noda terlampau menempel. Meski dicuci bekas noda itu pasti tetap ada di pikiran rakyat Indonesia.

Berbagai upaya penyelamatan yang dilakukan oleh SBY demi menjaga marwah dan memperbaiki nama baik partai. Bahkan anaknya (AHY) pun dipaksa mengorbankan karir militernya demi tujuan utama SBY. Namun sejak KLB-PD tahun 2013 di Bali, dengan terpilih SBY sebagai Ketum dan EBY (Si anak bungsu) sebagai Sekjen. Pas-lah, aroma oligarki di tubuh PD mencuat ke permukaan. 

Partai Demokrat perlu pijakan kuat. Pintu satu-satunya dengan merebut kursi nomor 1 DKI. Tapi strategi itu patah, akibat perencanaan yang tidak matang ditambah calon yang kurang berpengalaman. Bahkan bisa dibilang 'salah penempatan bidak'.

Akibat kekalahan di putaran pertama pemilihan gubernur jakarta. Lagi-lagi PD mencari peruntungan dengan mendukung Anis dibalik layar yang kala itu diusung oleh Partai Gerindra. Walaupun secara resmi, PD menyatakan netral, tetapi para elit PD lebih condong dukung Anis. Kali ini strategi politik PD berhasil. Anis terpilih menjadi gubernur. Anis menang diputaran kedua mengalahkan Ahok.

PD setelah Anis ditinggal Sandi sebagai cawapres Prabowo kala Pilpres, kurang mendapatkan posisi tawar. Sempat ada isu beredar bahwa AHY bakal calon wakil gubernur yang dipilih Anis guna mengisi kekosongan jabatan wagub. Lobi-lobi itu tercium pada bulan Maret 2020, Sekjen PD saat itu, Hinca Panjaitan bersama fraksi PD DPRD DKI bertemu Anis di balai kota, kira-kira seminggu sebelum terpilihnya AHY sebagai Ketum secara aklamasi di Kongres V PD di Jakarta. 

Sayang, kans PD mengusung AHY ke DKI 2 pupus setelah Riza Patria dinyatakan secara resmi sebagai wagub mendampingi Anis, sebulan setelah penetapan AHY.

Apakah bisa dikatakan fenomena di tubuh PD merupakan karma politik SBY? Sebab banyak warga rumah kopi, berpendapat partai yang cepat melejit, cepat pula jatuh, ketika auranya tak sesuai namanya.

Situasi PD saat ini, persis sama dengan apa yang terjadi pada PKB beberapa tahun silam. Kala itu, pemerintahan SBY cenderung memilih kubu Cak Imin dari pada kubunya Gus Dur. Langkah tersebut diambil karena kubu Cak Imin lebih memilih mendukung pemerintah. Bahkan, manuver tersebut dianggap sebagai strategi menggagalkan kans Gus Dur mencalonkan diri sebagai Presiden di tahun 2009.

Bila di telaah lebih dalam lagi, bisa saja (KLB-DS) merupakan strategi andalan 'Sang Komisaris' dalam menaikkan elektabilitas PD di perhelatan pentas tahun 2025. Pastinya, tak ada cara lain untuk mendongkrak popularitas politik PD. 

'Yang terjadi, memang sudah terjadi' Kongres Luar Biasa (KLB) PD Deli Serdang telah menentukan sikapnya. Meskipun masuk dalam daftar calon ketum bersama Moeldoko, Marzuki Alie akhirnya mengundurkan diri, yang kemudian dipilih sebagai Ketua Dewan Pembina PD versi KLB Deli Serdang.

Disatu sisi, AHY tetap bersih teguh pada hasil Kongres V Jakarta yang mana sebanyak 604 orang keterwakilan telah memilih dirinya sebagai Ketua Umum PD yang sah.

Apakah ini upaya penyelamatan partai? Ataukah hanya dinamika organisasi kepemimpinan dalam mempertontonkan kebodohan dan ketololan dalam perebutan kekuasaan? Pun bisa jadi hanya pengalihan isu semata.

Hanya sosok SBY yang sangat paham soal ini. AHY keburu minta maaf. Moeldoko senyam-senyum. Sedangkan Pak De Jokowi hanya tenang-tenang saja, sambil seruput Wedang Jahe buatan Bu De Iriana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun