Mohon tunggu...
Nandita Sulandari
Nandita Sulandari Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis Independen

Tinggal di Ubud Penikmat Senja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Politik ESDM Jokowi dan Pengganti Arcandra

19 Agustus 2016   12:20 Diperbarui: 19 Agustus 2016   23:40 17358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Arcandra Dalam Pusaran Konflik Kewarganegaraan Dan Siapakah Penggantinya ? (Sumber Gambar : Tiga Pilar News)

Kasus Arcandra mengejutkan banyak pihak, dari sudut manapun opini publik menilai kasus ini memang sangat fatal. Karena selain soal fundamental prinsip penyelenggaraan negara, terdapat juga kesan Presiden mengalami "penyempitan informasi" dimana akses akses informasi Presiden yang seharusnya luas dan punya lansekap lengkap, terkunci lewat beberapa jalur. Inilah kenapa bisa disebut Presiden terjebak permainan intelijen. 

Bahkan dalam proses pengangkatan Arcandra cenderung simpel dan terburu-buru, kasus ini merupakan gabungan tiga hal: Bisikan yang kurang bertanggung jawab, Perang Kepentingan di Ring Satu Presiden dan Terkuncinya akses akses Presiden yang sebetulnya bisa optimal. Gabungan tiga hal ini bertemu dengan blow up media yang kemudian mengikutkan opini publik, dimana kemudian seakan akan Arcandra menjadi kasus anak bangsa yang dibenturkan oleh aturan kaku. Tapi di sisi lain, diam-diam dipasang ranjau politik yang mengelilingi Presiden sehingga akan sulit dihindari bila terjadi blunder soal politik energi. 

Adalah tindakan amat tepat Presiden dengan cara mengejutkan melakukan keputusan politik dengan menghentikan Arcandra, keputusan ini menyodorkan pada publik bahwa Presiden lebih berpihak pada hukum konstitusional, namun keputusan ini membuat banyak pihak merasa kecewa berat, bahkan pihak pihak itu berada di ring satu Presiden, namun sudah jadi kemampuan politik Jokowi yang cerdas, ia justru menarik dirinya dari bisikan kemudian memperluas skup pandangan politiknya untuk menganalisa secara objektif apa yang terjadi dalam proses dialektika dan dinamika persoalan ESDM. 

Presiden sangat sadar bahwa ia mendapatkan legitimasi politik pasca kampanye 2014, lewat kerja kerjanya. Ia menumpu kerjanya pada infrastruktur dan energi. Jelas Presiden Jokowi memiliki karakternya sebagai "Presiden Berorientasi Proyek", karakter ini mungkin sepintas merupakan kalimat nyinyir, tapi inilah kerja raksasa Presiden yang harus ia lakukan, hasil kerja ini yang akan jadi "landasan terkuat" membangun Indonesia pasca krisis ekonomi dan politik 1998.

Seperti diketahui sejak 1998, nyaris tak ada proyek proyek yang dibangun secara serentak, karena saat itu alam psikologis baru saja mengalami pembebasan politik dari cengkeraman Orde Baru, juga perebutan wilayah wilayah politik oleh kelompok oposan, sehingga bisa dikatakan pasca 1998, persoalan persoalan politik menjadi panglima. 

Setelah era SBY yang melakukan perimbangan kekuatan, dan penggembosan kekuatan politik dengan efektif, lalu terjadi proses deradikalisasi kekuatan politik tanpa sadar politik Indonesia dibawa ke arah dua spektrum: Kelompok Konservatif dan Kelompok Progresif. Kelompok Konservatif menghendaki Indonesia berada dalam situasi status quo atau menghendaki terjadinya sebuah "Le Histoire Se Repete" dan kaum Progresif yang yakin Indonesia mengalami "Loncatan Jauh Ke Depan", kedua kubu ini berada di semua kelompok politik baik itu di kubu Prabowo, di kubu Jokowi ataupun kelompok Non Partisan. 

Dari belahan spektrum Presiden Jokowi berada di kelompok "Loncatan Jauh Ke Depan", hal ini bisa dilihat dari figur politik Jokowi. Pertama, ia bukan bagian dari konflik masa lalu, Ia bagian dari generasi yang tidak mengalami luka politik akibat patahan sejarah baik Gestapu 65, Malari 1974 ataupun Reformasi 1998, ia adalah newbie dalam dunia politik.

Tiga hal ini menjadikan Jokowi punya kekuatan politiknya sebagai "orang yang merdeka pada dirinya sendiri" Namun ia juga punya kelemahan mendasar, ia kerap terjebak pada posisi terkunci dalam keputusan-keputusan politiknya, karena terlalu luasnya konstelasi pertarungan politik sehingga Jokowi kerap memilih di satu momentum bergantung pada kelompok tertentu, walaupun kemudian setelah kelompok itu gagal ia biasanya menarik diri dan mencari pegangan baru. 

Prolog lansekap politik dengan mengaitkan pada dua spektrum ini menjadi penting dalam mengantarkan pemahaman kita terhadap "Politik Energi Jokowi" tanpa sadar selain Bung Karno dan Pak Harto, justru Jokowi mempunyai karakter dalam membangun politik energi secara radikal. Bila Bung Karno mendasari Politik Energi berdasarkan pada "Kelanjutan Politik Perang Bersenjata 1945-1949" dimana dalam perang itu 'perebutan wilayah-wilayah produksi' menjadi medan pertempuran antara NICA versus TNI dalam agresi militer Belanda (disebut sebagai 'operatie product') dimana Belanda menyerang wilayah wilayah produksi strategis dan ini kemudian menjadi bahan analisa Tan Malaka dalam menuliskan tesisnya soal "Kemerdekaan 100%" dan banyak mempengaruhi anak didik Tan Malaka, seperti Chaerul Saleh,  

Walaupun pada akhirnya Perang Bersenjata ini dihentikan karena pihak kubu Pasifis seperti Hatta dan Sjahrir berusaha sekuat tenaga menghentikan perang, aksi penghentian perang ini ditentang kelompok Tan Malaka, Chaerul Saleh meneruskan melakukan pembangkangan dan meneruskan aksi bersenjata di Jawa Barat sementara Tan Malaka tewas secara misterius di Jawa Timur. 

Namun di tahun 1950-an awal kelompok Tan Malaka bangkit kembali dibawa lobi lobi politik Sukarni dan Maruto Nitimihardjo membawa kembali Chaerul Saleh dekat kembali dengan Bung Karno, kedekatan inilah yang kemudian mengubah arah politik Sukarno yang awalnya cenderung kompromistis terhadap KMB, menjadi frontal terhadap KMB dan melakukan pembaharuan pembaharuan kontrak energi secara radikal dengan Angkatan Darat sebagai buldozer politik Bung Karno dalam penyelesaian soal energi, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun