Mohon tunggu...
Raja Pangalengge
Raja Pangalengge Mohon Tunggu... -

Direktur Eksekutif POLIMER (Perhimpunan Olah Images & Ekstrak Digital) Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebebasan Berekspresi Masih Adakah?

19 Februari 2014   19:45 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:40 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Untuk kesekian kalinya diberitakan sebuah kampus swasta di kota Bandung mengalami ‘kegegeran’ oleh sebab seorang mahasiswanya (yang beritanya di media-sosial sangat pintar oleh sebab IPK > 3.5) diskorsing oleh sebab terlalu kritis dan vokal memberikan masukan bagi perbaikan kampus. Kampus bukanlah milik pribadi, walaupun kepemilikannya oleh swasta. Kampus memiliki empat elemen utama yang saling bersinergis membentuk suatu entitas yang disebut: sivitas akademika; yakni: mahasiswa, dosen, rektorat, dan karyawan. Polemik yang sering terjadi umumnya antara entitas mahasiswa kepada masing-masing ketiga entitas lain. Demikian uraiannya: mahasiswa dengan dosen umumnya ‘berputar’ dalam lingkup nilai dan perkuliahan, mahasiswa dan rektorat umumnya ‘berputar’ dalam lingkup kebijakan utama pengajaran, biaya, dan administrasi kampus; sedangkan mahasiswa dan karyawan lebih seputar persoalan administrasi teknis birokrasi kampus. Walaupun pada beberapa kasus, dosen dan rektorat juga sering mengalami polemik pada seputar status kerja, penilaian kum, jenjang jabatan akademik dan prioritas pemberian reward.

Adakah seorang lulusan perguruan tinggi saat dulu di bangku perkuliahan, menjadi aktivis mahasiswa; namun saat lulus idealis tersebut hilang? Hampir mayoritas hipotesis saya mengatakan ya! Banyak persoalan yang melatarbelakangi seorang mantan aktivis idealisnya dan sikap vokalnya dulu saat mahasiswa di kampus menjadi luntur bahkan hilang. Beberapa faktor menurut pendapat saya: keluarga, jabatan, nama-baik (image), dan hubungan (relasi antar sesama sejawat/kolega). Namun di saat faktor utama yang melekat pada diri yakni: harga-diri (nama-baik) dan keluarga merasa tercemarkan, maka semua kita pasti sependapat: mari bergerak, mari bersuara! Namun untuk beberapa faktor yang menjadi gangguan seperti: jabatan, pangkat, renumerasi; maka beberapa kita mungkin tidak sependapat untuk terlalu ‘bersuara’, mungkin karena kita dari budaya/kultur timur hal ini terlalu ‘memalukan’, oleh sebab ada streotype: ‘rakus’, atau ‘picik’, bahkan ‘oppurtunis’. Sebenarnya tidak sulit untuk menjadi seorang idealis, cukup dengan membentuk pola pikir (paradigm-approach): semuanya adalah secukupnya. Dalam bidang science dan engineering, dikenal dengan sebuah teori: Optimasi, yang arti sederhananya bahwa segala sesuatu yang diperoleh cukup disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan.

Jangan pernah mengekang seseorang untuk berekspresi, oleh sebab nilai-nilai seperti apa yang ingin dia sampaikan bisa saja secara tidak langsung justru itu yang akan kita capai. Mari belajar untuk berdiskusi dengan baik, menggunakan hati dan pikiran; terlebih masyarakat yang berkepentingan adalah kampus yang semestinya proses-proses yang berjalan dan bekerja menggunakan pendekatan-pendekatan ilmiah, metodologik, dan mengedepankan cara-cara persuasif-diskusi bukan malah ‘memberangus’ karena memiliki ‘power’, ‘backing’, atau kedudukan/uang.

Pencemaran nama baik?? Wahh, ini zaman ICT bapak/ibu, zaman dimana berbeda pada era tahun 90-an. Semua informasi bersifat cepat dan transparan; tidak ada lagi hal-hal yang tidak tersembunyi tidak terjangkau oleh publik. Oleh sebab semua entitas-entitas dalam dunia cyber tidak dapat kita kontrol, dan tidak mungkin kita kontrol. Setiap entitas-entitas yang berinteraksi tersebut memiliki intelegensia untuk terus berkembang, satu dengan yang lain akan terus mengalami dinamika secara fleksibel terhadap domain waktu bersifat kontinyu, sulit untuk dikontrol. Walaupun ada pendapat yang mengatakan: hukum. Silahkan saja bila hukum dapat menjangkau sampai pada layer-layer tingkatan mikro atau tingkatan super-mikro. Semakin meningkatnya perkembangan bidang ICT, maka layer-layer tersebut akan semakin berkembang, dengan rumus: n-layers=2^i, dimana i merupakan tingkat perkembangan ICT (ini murni rumus saya lho...).

Mari kita bersama-sama mendukung keterbukaan informasi oleh sebab kita tidak mungkin tetap dengan sikap dan watak ‘primitif’ atau ‘baheulak’ padahal lingkungan sekitar sudah maju-berkembang. Kita yang harus menyesuaikan kepada sistem atau environment (lingkungan), bukan sebaliknya. Dulu sewaktu sidang promotor saya, seorang profesor menyanggah bahwa tidak mungkin ‘gaji’ saya harus ‘di-on-line kan’; padahal sekarang semua sudah terbukti bahwa tesis saya mengatakan bagi lingkungan bersifat transparan (bidang ICT) segala sesuatu yang bersifat publik harus terbuka diinformasikan setidaknya pada lingkungan intra atau local tersebut. Silahkan saja dibuktikan bila tesis saya salah.

Jangan pernah berhenti berekspresi, terlebih bila nilai-nilai yang ingin disampaikan itu adakah menyangkut kepentingan publik; dan jangan pernah memiliki watak memberangus, oleh sebab sifat dan paradigma seperti ini hanyalah miliki orang-orang pandir yang tidak mau menerima perkembangan zaman dan tidak berpikir secara intelek.

Semoga rasa idealis itu masih ada terlebih mendengar lagu dari seorang maestro tanah air kita :)
http://www.youtube.com/watch?v=RsPH4SDbQt0

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun