Mohon tunggu...
Raisha Panggabean
Raisha Panggabean Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jangan tanya di genre apa tulisan saya bisa ditempatkan. Saya hanya mengarsipkan sebagian kecil dari isi kepala saya yang berantakan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cerita dari Rokok

23 Juni 2013   08:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:34 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kecuali sang perokok buta huruf atau buta beneran, nggak mungkin ada perokok yang belum pernah baca tulisan ini - yang saking seringnya muncul dikemasan kemasan rokok itu, they take it all for granted sampai kanker, serangan jantung, dan kawan-kawannya itu menjadi penyakit yang biasa banget. Toh tiap orang mati kan akhirnya? :P Iya, saya tau persis isi otak kalian para perokok sejati :))
Saya gak merasa peringatan dikemasan rokok ini berpengaruh sama turunnya perokok di Indonesia. Tiap tahun jumlah perokok wanita makin banyak. Dulu jamanya saya SD, ngeliat perempuan merokok, otak saya langsung menilainya negatif. Gilak! Masa perempuan ngerokok? Tapi sekarang ini, banyak perempuan-perempuan yang mukanya imut-imut minta disambit, jago banget merokok. Di lingkungan kampus, saya sering melihat sekelompok mbak-mbak hijaber, nongkrong di kantin FISIP sambil merokok santai. Dan yang paling parah ada anak 3 tahun -saya lupa namanya, dulu rame banget di tipi- yang udah jadi pecandu rokok parah. Bless him -_-
Rokok itu bukan cuma masalah kesehatan. Kampanye rokok dengan bilang : "Ladies, rokok itu bikin kulit kalian jadi kusam, gigi kuning, tekanan darah naek, kanker rahim dan cepat mati." Atau dengan bilang "Rokok itu sama aja bakar duit Lo gak dapet apapun selain penyakit. Rokok itu gak go green karena lo nyumbang polusi buat bumi kita blablablablabla"... Itu semua udah nggak jaman. Its an old school.

Toh suntik kolagen dan suntik vitamin C sekarang terjangkau kok. Salon-salon banyak yang menawarkan jasa-jasa mengkinclongkan badan tanpa harus berhenti merokok. Beberapa teman saya yang merokok aktif memiliki diplomasi yang menurut saya cukup bagus : "Yailah Cha, kanker tuh nggak cuma karena ngerokok. Banyak faktor lain. Lo makan mekdi tiap hari, kena radiasi sinar UV berlebihan, atau pola hidup nggak sehat lainnya. Gue santai, Cha. Tiap pagi gue seimbangin rokok sama olahraga, minum susu, dan makan teratur." Boleh juga..
Atau Kakak saya yang alasannya tidak merokok adalah begini,  "Dengan merokok aku membantu petani tembakau kita untuk tetap bekerja, Cha. Dengan merokok gini, aku bayar pajak loh.." Beuuuh, mulia banget..
Jika ada alasan counter argument lain yang berkata : Rokok sama aja ngebakar duit? Maka saya perlu tegaskan bahwa pertumbuhan orang kaya itu baik di Indonesia. Mungkin uang sudah terlalu banyak dan bingung untuk dihabisin gimana lagi (karena nggak habis-habis), maka dibakar lah.
Kenapa orang masih merokok padahal gak baik untuk kesehatan? Karena rokok bukan cuma sebatas itu.
Rokok itu juga masalah pola pikir, masalah pergaulan dan masalah sosial.
Kalau orang menganggap rokok itu keren, yah masalah kesehatan gak usah dipikiran lah. Toh satu batang rokok atau 3 bungkus rokok perhari gak bakal bikin kamu langsung kena kanker pada keesokan harinya. Mungkin kanker itu baru terdiagnosa 20 tahun kemudian. Ya mungkin aja sampe 20 tahun lagi?  Bae-bae besok kelindes tronton di jalan alternatif Cibubur? Siapa tau..
Gengsi juga pelanggeng kenapa perokok tetap merokok. Contohnya orang tua saya selalu beralasan dengan "Bukan duit lo yang gue pake buat beli rokok." Mereka menolak dinasehati sama yang lebih muda karena kasta antara anak dan orang tua masih ada dikeluarga besar saya. Gengsi diatas didukung karena mereka merasa 'punya uang'. Pasti ada orang-orang diluar sana yang mengatasnamakan gensi dan sombong untuk merokok kan seperti Debata Na Tarida saya ini.

Pola pergaulan yang salah juga mendukung naiknya tingkat perokok. Seseorang berubah jadi perokok karena pergaulannya. Bukan cuma karena dibilang 'gaul'. Pernah denger isitlah perokok sosial? Belum kan. Wajar kok. Istilah itu baru saja saya bikin :P

Perokok sosial maksud saya ialah insan-insan (-,-) yang sebenarnya bukan perokok tapi kemudian merokok untuk melancarkan proses sosialisasi mereka dalam bergaul. Terkadang pertanyaan "Eh cyin, ada rokok ga?" atau "Bro, bagi api dong" menjadi langkah awal untuk memperlancar bisnis/pekerjaan apapun yang mereka tuju. Hanya dengan bermodal dua kalimat itu. Bisa dibilang sebagai kalimat pembuka dalam sebuah kumpul-kumpul. Gak lucu juga kalau tiba-tiba kamu nimbrung ke sebuah grup asing dan tiba-tiba bilang, "Oi, broh. Gimana, lo mau ikutan MNI?" asal tembak gitu cuma bikin orang memicingkan mata dan bilang, "Siapa lo? Sok akrab banget!"

Alasan lain kenapa perokok sosial muncul adalah karena mereka merasa rugi karena dalam pergaulan menjadi satu-satunya orang yang tidak merokok. Perhitungannya gini, jenis perokok yang paling merasakan dampak negatif rokok ialah perokok pasif (orang-orang yang ikut menghirup asap rokok dari perokok aktif). Beberapa literatur menjelaskan karena mereka menghirup asap rokok itu tanpa ada filterisasi lagi (yang biasa ada dibatang rokok itu loh) seperti perokok aktif. Saya nggak begitu mengerti gimana kerja sainsnya soanya ini. Pokoknya you know what i mean.

Nah, daripada dosky menjadi perokok pasif yang lebih cepat mati mendahului teman-temannya yang perokok aktif, mending sekalian aja jadi perokok aktif (hanya ketika kumpul). Sama-sama matinya lebih enak. Hidup gak hidup asal kumpul. Bah, macam Slank aja~
Kalau mau menyehatkan bangsa, wahai orang-orang yang terhormat dipemerintahan, aturan itu penerapannya harus dibarengi dengan ancaman nyata buat para pelanggarnya. Kalau benar-benar peduli sama remaja supaya mereka tidak merokok,  persulitlah  upaya mereka untuk mendapatkan rokok. Bukannya mendistribusikan rokok ke warung-warung kecil diperkampungan.

Mulai membangun lapangan kerja baru untuk para petani tembakau kita yang teracam kehilangan pekerjaannya jika aturan pembatasan rokok ini diberlakukan. Ganti kek dengan ladang coklat, kopi, atau apapun.
Menyedihkan ketika petani rokok ini yang menjadi kambing hitam para pabrik rokok. Ketika ada rancangan peraturan yang berkaitan dengan pembatasan konsumsi rokok masyarakat, para produsen rokok besar langsung bekoar "Bagaimana nasib petani tembakau kita? Bagaimana nasib buruh rokok kita?"

Pertama, saya ucapkan KAMU JAGO BANGET SIH DIBAWAH KETEK RAKYAT KECIL~

Kenyataannya saudara-saudara yang terkasih, -ini menurut koran yang saya baca- harga tembakau selalu turun secara misterius ketika waktunya petani-petani itu panen. Alasan perusahaan itu sepele "stok masih banyak digudang" tau tuh gudang yang mana. Dibuka aja kaga, saya yakin. Licik banget kan.
Alasan harga tembakau rendah juga pada akhirnya membuat upah buruh rokok tetap minim.

Nasib buruh rokok juga gak membaik walaupun konsumsi rokok diI ndonesia sangat besar~ Banyak saya baca, mereka tetap miskin tapi dipaksa kerja lembur mulu. Di Malang banyak pabrik rokok yang buruhnya seabrek-abrek. Sulit memang mendapat jawaban dari mereka langsung untuk menceritakan keadaan mereka. Ketika saya mau wawancara, mereka selalu menolak karena dikontrak pekerjaan, mereka dilarang untuk diwawancara oleh siapapun dalam bentuk apapun. Asumsi dsys, kalau perusahaan mengkondisikan buruhnya dengan sejahtera, kenapa harus ditutup-tutupi segala? Saya mencium bau busuk kelicikan di udara~

Banyak permasalahan mengenai rokok ini. Tapi kalau kampanyanyenya cuma menunjukkan gambar paru-paru orang yang bolong, seperti saya bilang : sudah tidak jaman lagi. Pendidikan karakter dan hukum yang jelas adalah cara yang paling efektif untuk menanggulangi ini.

Jangan sampe ada orang yang berpikiran kaya abang saya yang menyatakan kalo "Rokok tuh udah kaya agama kedua gue". Shock? Sama.
Tulisan ini jadi trending topic di blog saya sepanjang masa. Saya post lagi disini, dengan sedikit gubahan bahasa. Maklum, blog saya isinya jenis bahasa yang bakal bikin guru Bahasa Indonesia terkena serangan jantung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun