Mohon tunggu...
Raisha Panggabean
Raisha Panggabean Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Jangan tanya di genre apa tulisan saya bisa ditempatkan. Saya hanya mengarsipkan sebagian kecil dari isi kepala saya yang berantakan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

High Expectation Parents

2 Juli 2013   21:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:06 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BUAHAHAHAHAHAHAHAHAHA lucu banget ya nih meme? Iya lucu! Buat kamu yang tidakpernah mengalami sendiri! Menyandang status sebagai anak, berarti memikul juga tuntutan-tuntutan yang orang tua inginkan supaya bisa dicapai anaknya. Nak, kamu harus jadi ini. Nak kamu harus begitu. Nak kamu harus jadi yang terbaik disegala bidang. Belum sempat anak itu mengatur nafas karena baru menyelesaikan satu tuntutan, dia sudah dihadapkan oleh tuntutan-tuntutan lainnya. Emang wajar kalau orang tua pengen anaknya jadi yang terbaik. Dapat rangking 1 disekolah dan IP 4 ketika anaknya kuliah. Tapi udah sampe mana orang tua melihat anaknya berusaha, itu yang kadang tidak pernah disadari. Ada baiknya ketika menuntut anak untuk bisa ini dan itu, ubahlah pola tuntutan itu sehingga tidak terlihat sebagai beban buat anak. Orang tua harus mendampingi. Jadi penyemangat, jadi orang yang bersorak dipertandingan anaknya, mengingatkan ketika melenceng dan memantau terus. Bukannya ngomel-ngomel ketika nilai anaknya turun, padahal tidak pernah tau sebagaimana kerasnya si anak belajar untuk memenuhi harapan mereka. Anak juga perlu dihargai untuk usaha dan pencapaian yang ia buat. Ada anak yang merasa ini perlu. Supaya dia tau, orang tuanya 'selalu ada'. Anak mendapat nilai rendah disekolah bukan cuma karena dia malas belajar atau kurang pintar. Tapi juga karena ingin  cari perhatian karena selama nilainya tinggi, orang tuanya cuek aja. Dia ingin liat, apakah ketika nilainya jelek, orangtuanya masih sama cueknya atau berubah peduli. Caranya salah. Tapi ini main perasaan coy, bukan lagi perhitungan logis. Saya akui, dukungan semangat secara langsung dari orang tua sangat membantu anak untuk tetap fokus sama apa yang akan dia capai. Tiap anak punya pola cara dukungan yang berbeda. Adik saya misalnya yang harus s di push, di menye-menye, dibujuk-bujuk. Berbeda dengan saya yang hanya dengan menggunakan sepenggal kalimat pedas, saya langsung mampu memacu diri. Cara yang paling sering orang tua lakukan untuk bikin anaknya down adalah dengan seperti ini : Ortu       : "Nak, IPmu semester lalu berapa?" Anak       : "3.1 Ma." Ortu       : "Kalo IP semester sekarang?" Anak      : "3.8" Ortu       : "Loh kok gak 4?" DEAR parents!! Ini kesalahan paling fatal yang kalian buat. Setidaknya liat perubahan yang anaknya udah buat. Tanyakan, berapa malam tuh anak harus begadang untuk belajar, tanyakan juga apakah dia sering maen atau tidak, karena siapa tau dia tidak sempat main hanya untuk mengerjakan setumpuk tugasnya. Oh ya jangan lupa tanyakan, itu peningkatan nilai dicapai dengan cara benar atau cuma copas kerjaan temannya. Kalau anak berusaha belajar dengan baik untuk menghargai kerja keras orang tuanya, ada baiknya orang tua juga belajar untuk melakukan hal yang sama. High expectation parents seperti meme yang saya tunjukin diawal tulisan ini memang masih ada sampai sekarang. Orang tua banyak yang masih pikirannya konservatif. Terutama yang berfikir kalau sukses itu diukur lewat nilai. Rangking 1 dan IP 4 lebih baik dari segala macam jenis nilai yang pernah ada dibangku sekolah dan kuliah. Gara-gara anak selalu dicekokin untuk mencapai posisi teratas, dia jadi tidak peduli cara apa yang digunakan untuk mencapai itu. Kalau dia menghabiskan masa hidupnya terantai dimeja belajar, well its true kalau dengan itu dia bisa mencapai nilai 100, rangkin 1 dan IP 4. Tapi dia kehilangan waktu untuk belajar dari banyak hal lain. Dia tidak tahu indahnya dunia, kalau Karimun Jawa itu surganya diver. Dia tidak mengerti arah jalan karena dia tidak pernah keluar rumah. Mungkin dia pintar secara akademis. Tapi dunia gak cuma seluas daun kelor dan hidup bukan masalah pendidikan saja. Disisi lain ada anak yang saking tertekannya, malah meng-halal-kan segala cara yang penting dia mencapai apapun ekspektasi orang tuanya. Mungkin aja dia nyontek pas ujian, mungkin juga dia 'mematikan' jalan temannya untuk mengeliminasi saingan dengan cara kotor. Toh yang penting dia mencapai 'puncak' itu. Beginikah yang orang tua inginkan? Orang tua saya adalah  tipe orang tua yang konservatif seperti ini. Nilai adalah segalanya dan terutama saya sebagai anak yang kuliah jauh dari orang tua dengan biaya mahal, berarti saya dituntut untuk selalu punya nilai bagus. Saya santai aja, karena itu saya jadikan pacuan juga. Namun kalau tiba keadaan dimana mereka keterlaluan berbiacara  ini dan itu soal nilai-nilai saya, saya juga pasti menegaskan dengan memberi pengertian pada mereka. Saya memberitahu mereka jika nilai (angka) tidak selalu bisa menjadi patokan untuk bisa mengukur kepintaran saya. Angka itu bisa dimanipulasi dengan mudah. Bisa aja dosen/gurunya sensi sama anak didikannya dan dengan seenak hati ngasih nilai C. Atau bisa aja petugas akademik salah input nilai yang seharusnya dapet C malah ketuker jadinya A. Banyak cara yang seperti ini. Saya juga bilang, nilai-nilai jelek yang tertera di KHS saya tercipta bukan karena saya tidak  paham apa materi yang dosen itu sampaikan. Tapi untuk apa sih mengejar kesempurnaan. Toh kalau nilai A semua, pasti itu transkrip nilai terlihat monoton juga :P Omong-omong, Apapun tuntutan yang orang tua inginkan untukkamu capai, kamu tahu maksud mereka itu baik. Preeeeet. Klise banget~ Baik untuk siapa? Untuk anaknya? Untuk nama baik keluarga atau untuk prestige supaya anak itu bisa "dipamer-pamerikan" ketika orang tua ketemu kolega bisnis, arisan atau waktu kumpul-kumpul keluarga besar? :P Pintar atau tidak,  kita (yang belajar) yang paling pertama merasakan adalah diri kita sendiri. Tapi jangan lupa, bahwa kalau kita belajar sungguh-sungguh, tidakmungkin kita berakhir cuma bodoh tanpa perkembangan apapun. Pikiran jadi tajam karena sering diasah. Belajar yang benar dan melakukan yang terbaik yang kita bisa - masih menjadi cara utama untuk membalas semua kebaikan orang tua. Walau itu tidak mungkin bisa pernah terbalas sepenuhnya. Usaha dulu. Jangan menyerah untuk menyenangkan hati orang tua dengan memberi usaha yang terbaik ketika kita belajar. Banyak orang yang jenius dari lahir. Tapi hanya sedikit yang gigih ketika berjuang. High expectation parents bisa bergeser juga kok. Kalo mereka liat anaknya punya passion tinggi dibidang yang anak itu minati, suatu saat mereka mengerti dan mengalihkan ekspektasi tinggi mereka supaya anaknya 'jago' dibidang itu. Menjalani passion dengan dorongan orang tua yang begitu juga makin bikin semangat kan. Oya untuk anak-anak, kita harus paham pola didikan orang tua kita. Ada orang tua yang cuek, santai, keras, dll. Gimanapun polanya, keep on giving the best harus terus dijalankan. Jadi anak harus tau diri. Jangan hanya jago minta duit dan minta dibeliin ini dan itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun