Mohon tunggu...
Hukum

Disparitas Gender sebagai Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Agni

27 Desember 2018   16:11 Diperbarui: 27 Desember 2018   16:48 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada bulan November 2018, isu mengenai kekerasan seksual kembali menarik perhatian publik secara masif  setelah adanya pemberitaan pada Balairung Press mengenai kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi UGM, Agni (bukan nama sesungguhnya), oleh rekannya pada saat melakukan kegiatan KKN di Maluku tahun 2017.

Dalam pemberitaannya, dijelaskan bahwa meski Agni telah melaporkan kasus tersebut kepada pihak kampus---DPkM. Namun, mereka belum memberikan sanksi tegas kepada pelaku pemerkosaan yang juga merupakan mahasiswa UGM. Selain itu, dalam proses pelaporannya, Agni malah turut disalahkan atas kasus yang menimpanya. Pihak kampus menganggap bahwa kasus pelecehan seksual yang dialami Agni bukan termasuk pelanggaran berat sehingga tidak memerlukan penanganan serius.

Dalam usaha Agni mengadvokasi dirinya, alih-alih mendapatkan hasil yang mendukungnya, ia malah mendapatkan nilai C atas KKN-nya dengan alasan bahwa Agni turut bersalah sebab baik Agni dan pelaku pemerkosaan sama-sama berkontribusi atas kejadian tersebut.

Dalam pemberintaannya menjelaskan bahwa sepanjang tahun, sejak peristiwa tersebut terjadi hingga proses pelaporan, Agni belum mendapatkan rasa aman sebab pihak rektorat belum memberikan respon positif terkait rekomendasi yang diberikan oleh tim investigasi kasus Agni.[1]

Kasus Agni merupakan salah satu kasus kekerasan seksual dari banyaknya kasus kekerasan yang dialami oleh perempuan. Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan seksual yang dilakukan melalui paksaan atau tanpa persetujuan korban oleh siapapun dan di manapun tanpa memerhatikan hubungan pelaku dengan korban.

[2] Tindak kekerasan seksual sendiri dapat terjadi di berbagai ruang lingkup, baik di ruang privat, ruang publik, hingga dunia maya. Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Komnas Perempuan, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya terdapat 35 perempuan yang menjadi korban kekerasan setiap harinya.

Pada tahun 2012 sendiri, telah tercatat 4336 kasus kekerasan seksual, di mana 2920 kasus terjadi di ranah publik atau komunitas. Dalam datanya mengungkapkan bahwa setiap 3 jam, setidaknya terdapat 2 perempuan yang mengalami kekerasan seksual.[3]

Dalam merespon fenomena kekerasan seksual di Indonesia, pemerintah sendiri telah membentuk berbagai landasan hukum dan jaminan perlindungan dari tindak kekerasan seksual yang mana salah satunya termuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada pasal 285, 286, 287, 290, dan 291.

Kendati demikian, peranan pemerintah dalam hal legislasi ini masih terbilang lemah. Berdasarkan Naskah Akademik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual menunjukkan bahwa pengaturan dalam KUHP mengenai kekerasan masih sangat terbatas baik terkait diksi-diksi hukum yang tertera maupun dalam hal perlindungan terhadap korban dan saksi, pencegahan, serta pemulihan korban yang dilakukan melalui pendampingan secara medis ataupun psikologis. [4]

Fenomena kekerasan seksual yang terjadi dapat menggambarkan kualitas kesetaraan gender di Indonesia, sebab tingginya tingkat kekerasan seksual tidak dapat terlepas dari isu kesetaraan gender. [5] Apakah kesetaraan gender merupakan salah satu akar penyebab kekerasan seksual di Indonesia? Dan, bagaimana sebenarnya solusi yang terencana dan konsisten terkai pemberdayaan perempuan di Indonesia? Kekerasan yang dilakukan secara eksklusif oleh laki-laki terhadap perempuan didukung oleh adanya ketidaksetaraan berbasis gender pada level sosial seperti halnya budaya, sosial, norma agama, dan ketimpangan ekonomi.[6]

Apabila melihat secara makro, dengan mengambil kasus yang dialami Agni, dapat dilihat bahwa perempuan masih menjadi kelompok gender yang rentan di Indonesia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun