Kita mengingat tahun 2021 sebagai bagian dari masa pandemi, saat itu dunia masih belum benar-benar pulih dari keganasan Covid-19. Pada masa itu banyak sektor kehidupan manusia lumpuh, termasuk pendidikan. Akibatnya banyak kampus memulai perkuliahan secara daring, termasuk kampus tempat penulis bernaung yaitu UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon yang pada saat itu masih bernama IAIN Syekh Nurjati Cirebon. Saat itu, masuk kuliah berarti bukan berdiri di depan gerbang kampus, tapi duduk di depan layar laptop menanti ruang zoom PBAK (pengenalan budaya akademik dan kemahasiswaan) sebagai muqaddimah atau awalan untuk mengenal kehidupan akademik kampus.
Dua semester awal yang penuh dengan pengalaman menarik. Karena penulis menjalani perkuliahan daring sepenuhnya. Tidak ada kelas fisik, tidak ada tatap muka langsung. Namun dari balik layar itulah benih kasih pertama itu tumbuh meskipun terbatas, penulis mulai mengenal teman-teman sekelas, memahami cara kerja sistem pembelajaran digital, dan mulai beradaptasi dengan dunia kampus yang diluar ekspetasi. Belajar lewat LMS, menyimak dosen lewat suara, berdiskusi lewat kolom chat semua dijalani dengan perlahan namun akhirnya berhasil dilewati.
Memasuki fase semester tiga, kini suasana mulai berubah kampus mulai membuka Kembali dirinya yang sebelumnya terisolasi, kini kelas secara luring secara resmi dimulai. Untuk pertama kalinya, penulis menginjakkan kaki di gedung kampus yang sebenarnya bukan hanya logo dan nama di layar, namun berdiri sangat megah menjulang tinggi ke angkasa. Ruang kelas, papan tulis, dan suasana kampus yang hidup akhirnya bisa dirasakan secara langsung. Rasanya seperti pindah dari dunia monokrom ke dunia penuh warna. Di sanalah penulis mulai bercengkerama dengan dosen dan teman-teman, bukan hanya lewat suara, tapi lewat tatapan dan tawa yang nyata.
Disela-sela kehidupan akademik kampus, untuk menunjang skill maupun pengalaman. Akhirnya Penulis bergabung dengan Himpunan Mahasiswa Jurusan mulai dari semester 2 hingga ke semester 5, lalu lanjut pada semester 6 hingga 7 ke Dewan Eksekutif Mahasiswa tingkat kampus (semacam BEM kalau di universitas lain). Dalam dunia organisasi kemahasiswaan mempertemukan penulis dengan banyak karakter dan pengalaman baru. Rapat-rapat, program kerja, acara kampus semuanya menjadi tantangan tersendiri, sekaligus memperkaya wawasan dan skill bagaimana kita berhubungan dengan orang lain. Penulis belajar mengenai tanggung jawab, komunikasi, dan bagaimana tetap berdiri meskipun Lelah menghampiri.
Semester enam menjadi titik penting, akhirnya yang ditunggu-tunggu telah tiba yaitu hadirnya program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Penulis bersama tim kecilnya ditempatkan di salah satu desa di Kabupaten Cirebon untuk menjalani tri dharma perguruan tinggi tersebut. Di sana, penulis belajar bersentuhan langsung dengan masyarakat mengajar anak-anak, membantu menjalankan program pengembangan desa khususnya mengenai Pembangunan SDM melalui program literasi, dan melokal menjadi bagian lingkungan yang sebelumnya asing. Penulis menjalani setiap hari dengan penuh kenikmatan, terasa seperti kelas tanpa dinding sebagai tempat belajar dari kehidupan nyata.
Berlanjut ke semester tujuh, penulis menjalani praktik mengajar (PLP) di suatu MTs yang ada di kabupaten Cirebon, sebuah sekolah menengah pertama berbasis agama. Di sinilah penulis benar-benar menjalani peran sebagai seorang guru, awalnya setiap langkah menuju kelas membawa perasaan mendebarkan karena baru pertama mencobanya, namun setelah melihat murid-murid yang penuh dengan semangat dan rasa ingin tahu mereka menjadi pengingat bahwa ilmu itu bukan untuk disimpan, tapi untuk dibagikan dan akhirnya perasaan mendebarkan itu pun hilang dan menjadi candu ketika masa tugas penulis di sekolah tersebut selesai. Dan di sana pula penulis belajar, bahwa menjadi guru bukan hanya soal mengajarkan suatu ilmu, namun juga belajar untuk mendengarkan, memahami, dan memberi contoh yang baik pada siswa.
Lalu tibalah semester delapan, masa yang penuh tekanan yang diibaratkan sebagai final boss dari seluruh semester. Penulis memulai perjalanan ini dengan menyusun skripsi, yang sebelumnya didahului dengan seminar proposal dan ujian komprehensif. Jika flasback ke masa-asa itu teringat saat malam panjang dihabiskan untuk membaca, menulis, mengedit, dan kadang overthingking lalu bertanya-tanya: "Bisakah aku selesaikan semua ini?" Tapi hari itu datang juga yaitu siding munaqosah. Dihadapan dosen penguji, penulis mempresentasikan dan mempertanggungjawabkan tulisannya, dan ketika kata "lulus" terucap, segalanya terasa seperti hadiah atas seluruh perjuangan.
Kini, setelah perjalanan itu usai, penulis menoleh ke belakang dengan senyum penuh rasa syukur. Tidak semua orang tahu kisah di balik lembar ijazah ini. Tentang perjuangan menatap layar di masa awal pandemi, tentang adaptasi masuk kelas fisik, tentang waktu yang dibagi antara organisasi dan akademik, tentang peluh yang tercurah di desa dan di ruang kelas MTs, serta perjalanan menantang final boss di semester 8. Akhirnya perjalanan baru pun dimulai, terimakasih telah membaca hingga akhir.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI