Upaya konten edukatif mengenai pelestarian lingkungan seringkali mendapatkan komentar negatif terutama bagi para pengguna sosial media. Kelompok seperti pandawara, yang aktif dalam kegiatan pelestarian sungai-sungai dan edukasi mengenai pelestarian lingkungan justru kerap mendapat komentar negatif.
Fenomena ini memberikan gambaran kompleksitas dalam menyampaikan pesan ataupun edukasi mengenai pelestarian lingkungan kepada netizen di Indonesia. Lalu apa yang sebenarnya terjadi dan apa penyebab masih banyak lingkungan yang rusak akibat sampah di Indonesia?
Kalau Bukan Hari Ini, Kapan Lagi?! Kalau Bukan Kita Siapa, Siapa Lagi?!
Penyebab mengapa netizen Indonesia sulit menerima konten edukasi mengenai lingkungan adalah netizen Indonesia masih belum siap menerima konten edukasi.Â
Setiap kali terdapat konten edukasi yang membuat netizen sedikit merasa bodoh bukannya tersadarkan, mencerna, atau bahkan introspeksi diri atas ilmu yang diberikan. Netizen Indonesia justru akan berusaha defensif dengan cara mengeluarkan komentar negatif terhadap konten tersebut.
Titik puncak kebodohan adalah ketika seseorang tidak merasa dirinya bodoh, namun ketika seseorang merasa dirinya pintar. Pada akhirnya membuat konten edukasi terasa sia-sia
Selain itu salah satu faktor lainnya adalah banyak netizen Indonesia yang masih anti kritik terhadap suatu pernyataan. Adanya kecenderungan merasa cemas atau tersinggung ketika menerima sebuah informasi atau sudut pandang baru yang berbeda dari keyakinan mereka.Â
Konten edukasi sering kali dianggap "menggurui" atau "sok pintar" bagi sebagian orang yang menjadi penyebab adanya komentar negatif terhadap konten edukasi.
Merawat Lingkungan Hari Ini, Untuk Kehidupan Lebih Baik Besok Hari