Mohon tunggu...
Rahmatia Safitri Husain
Rahmatia Safitri Husain Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswi Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tradisi Mongubingo dalam Pandangan Kesehatan Masyarakat

15 Mei 2023   10:40 Diperbarui: 15 Mei 2023   10:58 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sunat perempuan, merupakan upacara yang mengawali siklus kehidupan perempuan suku Gorontalo dari awal hingga akhir yang sifatnya mengatur tatanan nilai kehidupan manusia. Dalam segi konsep nilai, sunat perempuan Mungubingo merujuk pada pola nilai yang berkembang di masyarakat. Sehingga apabila dikaji dalam perkembanganya, tradisi ini tidak akan pernah berubah meskipun diperhadapkan dengan kebijakan yang tumpang tindih dan derasnya arus Globalisasi. 

Pada dasarnya sunat perempuan bukan hanya terjadi di Indonesia akan tetapi, juga terjadi di beberapa negara yang masih menjalankan tradisi sunat perempuan seperti Afrika, Bangladesh, Malaysia, dan suku pedalaman yang berada di Amerika dan Australia. Polemik sunat perempuan yang menuai pro dan kontra telah menjadi sebuah isu yang sangat menarik untuk dikaji khususnya sunat perempuan yang masih dijalankan oleh masyarakat yang berada di kabupaten Gorontalo. 

Sunat perempuan di Gorontalo dikenal dengan istilah Mo Polihu Lo Limu yang dirangkaikan dengan prosesi Mungubingo; (1) Mopolihu Lo Limu (Mandi Lemon) yaitu serangkaian kegiatan prosesi mandi dengan menggunakan air ramuan jeruk yang sudah dikombinasikan dengan ramuan yang lain yang sesuai dengan tuntunan adat masyarakat Gorontalo. Sedangkan; (2) Mongubingo (Cubit Kodo) adalah tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan barang yang dianggap haram berwarna putih yang berada di bagian klitoris vagina perempuan. 

Legalitas terhadap keberadaan khitan perempuan saat ini telah menuai perdebatan pro dan kontra terutama di kalangan medis, budayawan, dan tokoh-tokoh agama yang memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menafsirkan sunat perempuan. Dalam dunia medis, sunat perempuan dianggap praktik yang sangat berbahaya dan merujuk pada tindakan kekerasan.

Rujukan yang dijadikan sebagai alasan utama dalam perspektif medis menurut WHO, Sirkumsisi atau yang disebut dengan sunat perempuan pada hakekatnya merupakan bentuk tindakan yang melanggar hak asasi manusia meskipun dilakukan oleh tim medis karena memiliki dampak jangka Panjang bagi seorang perempuan (Mustaqim, 2016). Keberadaan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 tahun 2014 atas pencabutan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentunya memberikan legitimasi atas konsekuensi tradisi yang diyakini oleh masyarakat adat Khususnya di Kabupaten Gorontalo. 

Yang semula diperbolehkan namun kini dilarang dengan adanya kehadiran peraturan baru yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan RI. Padahal apabila dilihat secara seksama bahwa, Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang sangat menghormati sistem kepercayaan masyarakatnya yang diturunkan secara turun temurun dalam menjalankan tradisi keagamaan. Sehingga tidak heran, apabila Indonesia dijuluki sebagai negara "Multikultural" yang memiliki kekayaan warisan budaya yang berbeda-beda disetiap daerah. 

Adapun warisan budaya yang masih dipertahankan khususnya masyarakat Provinsi Gorontalo adalah tradisi sunat perempuan atau yang dikenal dengan istilah Mongubingo. Istilah yang lain tentang sunat perempuan dikenal dengan Female Genital Mutilation (FGM) atau Female Genital Cutting (FGC) yang merujuk pada perlukaan dan pemotongan genetalia klitoris perempuan (Mustaqim, 2016). Disi lain, jika ditinjau dari segi tradisi budaya, sunat perempuan dianggap sebagai tradisi yang diturunkan secara turun temurun jauh sebelum adanya peradaban di era modern saat ini. 

Hal itu dikarenakan, karena metode yang digunakan dalam praktek sunat perempuan di luar negeri seperti afrika, mesir sangat berbeda dengan metode yang ada di Indonesia, khususnya masyarakat di Provinsi Gorontalo. dalam versi Indonesia metode praktek sunat perempuan secara umum hanya sekedar menggores kulit yang menutupi bagian depan klitoris tanpa sedikitpun melukai klitoris vagina perempuan (Aryani, 2018). Sejalan dengan hal itu, sunat perempuan di indonesia pada prinsipnya hanya sekedar menggoreskan pisau kecil pada bagian klitoris perempuan (Farida, Elizabeth, & Fauzi, 2018).

Dalam perkembangan pada dasarnya sunat perempuan di Indonesia sebenarnya sudah dilarang. hal itu didasari pada peraturan nomor 1636/Menkes/ Per/XII/2010 secara tegas memandang bahwa sunat perempuan sudah tidak sesuai dengan dinamika perkembangan kebijakan Global. Meskipun terbitnya peraturan Menteri Kesehatan, budaya sunat perempuan masih tetap dijalankan khususnya masyarakat yang berada di Provinsi Gorontalo. 

Alasan tersebut menurut Haifa jawad mengemukakan bahwa, terdapat lima faktor yang mempengaruhi tradisi sunat perempuan masih tetap dilakukan yaitu; (1) Secara Psikoseksual dimana sunat perempuan dapat mengurangi Hasrat seksual wanita dan tetap terjaga kehormatanya; (2) Secara sosiologis mudah diterima dalam masyarakat dengan anggapan melanjutkan tradisi yang merujuk pada asumsi dapat terhindar dari musibah; (3) Secara Hygiene dan estetik artinya apabila perempuan tidak disunat maka organ genitalnya dianggap kotor dan tidak suci;

(4) Secara Mitos menganggap bahwa perempuan yang disunat dapat meningkatkan daya tahan setiap anak. Sisi lain sulistiyowati mengemukakan bahwa perempuan yang disunat akan mendapatkan kesuburan dan dipermudah dalam persalinan; (5) Secara Agama asumsi yang muncul adalah khitan perempuan sama halnya seperti khitan laki-laki yang muncul anggapan bahwa sunat perempuan bersifat wajib dan ada yang beranggapan bahwa itu adalah sunnah. Semua dilakukan diatasnamakan perintah (Mustaqim, 2016).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun