Mohon tunggu...
Rahmatia Fadhilah
Rahmatia Fadhilah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konseling sebagai Upaya Peningkatan Kesehatan Mental bagi Korban Bencana

2 Mei 2023   10:22 Diperbarui: 2 Mei 2023   10:36 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa bencana didefinisikan sebagai sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Berdasarkan faktornya, bencana dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu bancana alam seperti gunung meletus, gempa bumi, dan tsunami, lalu ada bencana sosial seperti konflik antar suku atau agama, lalu ada bencana nonalam seperti wabah penyakit, pandemi, dan gagal teknologi.

Menurut World Health Organization/WHO (2002) bencana atau disaster yaitu setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, dan/atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat wilayah yang terkena.

Indonesia sendiri dijuluki dengan istilah ‘Ring of Fire’ atau cincin api karena Indonesia memiliki lebih dari 200 gunung berapi yang tersebar di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Papua, dan beberapa pulau lainnya (Darma, et al, 2010). Seluruh wilayah di Indonesia dikelilingi oleh Pacific Ring of Fire atau Cincin Api Pasifik dan berada di atas tiga tumpukan lempeng benua, yaitu Eurasia di bagian utara, Pasifik di bagian timur, dan Indo-Australi di bagian selatan. Karena kondisi geografis seperti ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang rawan bencana gempa bumi, gunung meletus, dan tsunami. Setidaknya Indonesia mengalami kurang lebih 5.000 bencana gempa bumi tiap tahunnya (Samodra, 2022).

Dalam menangani dampak negatif yang ditimbulkan oleh bencana bukanlah suatu perkara yang mudah dan membutuhkan berbagai pihak untuk  menanganinya. Contohnya nakes untuk mengatasi masalah fisik, basarnas untuk mencari korban yang belum ditemukan, dan psikolog serta konselor untuk mengatasi permasalahan psikologis para korban bencana. 

Bencana yang terjadi dapat mengakibatkan para korbannya merasa cemas berlebih, goncangan, hilangnya gairah hidup, putus asa, sedih yang berkepanjangan dan jika terus menerus dibiarkan dan tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan gangguan psikologis seperti depresi dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Sunardi, 2007).

Kondisi trauma biasanya  tidak  dapat  diatasi  sendiri  oleh  individu  yang  mengalaminya. Maka diperlukan suatu layanan konseling pada individu yang   mengalami trauma-trauma maupun dampak psikologis agar tidak sampai belebihan seperti stress dan depresi yang berdampak pada terganggunya aktivitas sehari-hari  seperti  biasanya. Namun, tidak semua peristiwa yang dialami manusia bermuara kepada trauma (Rahmat & Alawiyah, 2020).

Konseling merupakan suatu proses pemberian bantuan (give helping) yang bersifat teraputik yang diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku  penyintas,  yang dilaksanakan secara person to person yaitu antara penyintas dan konselor  dengan menggunakan teknik wawancara sehingga diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami oleh penyintas. Dalam melakukan konseling, keberadaan konsep deteksi awal akan menjadi hal penting untuk dipahami dan   diperhatikan oleh pemberi bantuan sehingga tergambar berbagai sifat atau jenis trauma yang diderita oleh korban seperti trauma ringan, sedang, dan berat. 

Metode  yang  digunakan  oleh  konselor  dalam  menangani  penyintas  juga berbeda-beda,  hal  ini  wajar  karena  setiap  orang  berbeda-beda dalam memahami orang lain. Dalam pendekatannya, ada yang menggunakan pendekatan persuasif dan ada juga dengan  pendekatan  intensif. Dalam membantu penyintas untuk pulih  pasca trauma  pun tidak hanya dengan satu teknik atau strategi saja, namun harus meng-global  agar dalam menghadapi dan menyikapi penyintas dengan tepat sesuai dengan yang diharapkan. (Rahmat & Alawiyah, 2020).

Peristiwa yang menimbulkan trauma bagi individu di antaranya perampokan, pemerkosaan, kecelakaan, kebajiran, gempa bumi, dan tsunami. Banyaknya individu yang beresiko tinggi mengalami PTSD setelah peristiwa trauma mengindikasikan mereka sangat membutuhkan layanan konseling trauma. Oleh sebab itu, kepada konselor disarankan untuk memberikan layanan konseling trauma melalui penciptaan rasa aman, dan konseling perorangan dengan penggunaan teknik desensitisasi sistem, yaitu salah satu teknik konseling yang bertujuan untuk menghilangkan atau mereduksi rasa takut akibat fobia dengan stimulus kondisional dengan beberapa tahapan yang didahului dengan teknik rileksasi (Nirwana, 2012).

Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa konseling sangat penting diberikan pada penyintas bencana alam maupun non-alam untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa takut akibat peristiwa traumatik pada penyintas oleh konselor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun