Mohon tunggu...
Rahmat Thayib
Rahmat Thayib Mohon Tunggu... Penulis - Sekadar bersikap, berharap tuna silap.

Sekadar bersikap, berharap tuna silap. Kumpulan tulisan saya: http://rahmathayib.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Skandal Penyadapan SBY dan KH. Ma'ruf Amin, Akankah Jokowi Turun Tangan?

1 Februari 2017   17:38 Diperbarui: 3 Februari 2017   14:39 1408
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Privasi kita sebagai warga negara terancam ditendang ke dasar jurang. Dugaan penyadapan atas ponsel Presiden ke 6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan KH. Ma’ruf Amin adalah alarm ancaman privasi  warga negara dalam berkomunikasi. Jika sosok sekaliber mantan presiden, dan ulama besar merangkap Rais Aam NU saja disadap, apa yang menghalangi kejadian serupa tidak akan menimpa kita?

Betapa mengerikannya jika segala perbincangan kita, baik via ponsel maupun email dan group-group digital masuk ke dalam brankas pengawasan negara. Siapa yang bisa menjamin data itu tidak akan disalahgunakan?

Dalam persidangan penistaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahya Purnama, kita saksikan dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Dengan pongah, kuasa hukum Ahok mengklaim punya bukti   percakapan SBY dan dan KH. Ma’ruf Amin. Bahkan waktu dan rekaman percakapannya juga tercatat.

Apa yang dipampangkan Ahok dan penasehat hukumnya adalah pagelaran arogansi kekuasaan yang nyata-nyata menyimpang. Hukum telah mengatur bahwa pihak yang berwenang menyadap adalah penyidik. Wewenang itu pun dibatasi oleh peraturan perundang-undangan. Konten penyadapan adalah informasi internal aparat hukum yang tidak disebarluaskan serampangan.  

Ada dua hal yang patut dipertanyakan. Pertama, pemerintah sudah sepakat bahwa kasus Ahok bersifat personal. Tidak ada kaitannya dengan keamanan negara. Lantas, mengapa dilakukan penyadapan? Kedua, dari mana tim kuasa Ahok bisa memiliki konten tersebut? Apakah mereka dapat bocoran dari intelejen? Jika begitu, pemerintah telah mengangkangi hukum dengan berpihak atas kasus Ahok. Ini akan kejahatan pemerintah terhadap hak warga negaranya.

Dugaan ini menguat mengingat Jokowi dan Ahok berkarib sejak memerintah DKI Jakarta. Publik pun  belum lupa pada rumor BIN membentuk tim pemenangan Ahok dalam pilkada DKI Jakarta, selepas Budi Gunawan menjadi kepala BIN. Kalau penyadapan dilakukan tanpa melibatkan aparat negara, misalnya berkongsi dengan provider telekomunikasi, maka telah terjadi kejahatan pidana.

Yang jelas, Ahok dan penasihat hukumnya berpotensi melanggar UU  Informasi Transaksi Elektronik (ITE) perihal larangan penyadapan illegal. Sanksinya penjara 10 tahun dan/atau denda Rp 800 juta.

Di luar negeri, sanksi penyadapan bukan main. Presiden AS Ricard Nixon terpaksa mundur akibat skandal watergate; menyadap lawan politiknya pada masa kampanye Pilpres. Salah satu kegagalan Hillary Clinton melawan Donald Trump adalah skandal penyadapan Konvensi Nasional Demokrat (Democratic National Convention) dalam rangka pemenangan Pilpres AS 2016 silam. 

Klausul sanksi dan ilustrasi di negeri Paman Sam menggambarkan penyadapan adalah kejahatan serius. Penyadapan tidak bisa ditolerir karena merusak hak privasi berkomunikasi seseorang yang diatur oleh konstitusi. Bahkan negara tidak boleh serampangan menyadap.

Lantas, bagaimana bisa Ahok dan penasihat hukumnya bisa bersikap pongah ketika telah melanggar hukum? Terlebih hal itu dinyatakan di depan sidang pengadilan yang mulia pula? Mau berkelit? Salah omong? Astaga! Bukankah setiap pertanyaan penasehat hukum di persidangan selalu dilandasi keabsahan tertentu?

Pengadilan bukan warung kopi di mana segala ucapan bisa serampangan dan lantas dilupakan. Jika demikian pemaknaannya, melempar isu lantas meminta maaf, di mana penghargaan kepada persidangan yang mulia? Di manakah kewarasan hukum? Atau jangan-jangan opini publik bahwa ada kekuasaan besar yang membeking Ahok benar adanya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun