Mohon tunggu...
Rahmat Hadi
Rahmat Hadi Mohon Tunggu... karyawan swasta -

@rahmathadi

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Ellyas Pical – Kompas TV, Apresiasi untuk Sang Mantan

1 Februari 2016   15:18 Diperbarui: 1 Februari 2016   19:17 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada yang menarik dari perhelatan Suara Indonesia yang digelar Kompas TV pekan lalu. Acara yang dihadiri sejumlah pejabat negara dari kalangan pemerintah dan anggota DPR, tampak pula beberapa selebritis serta awak media yang kerap di saksikan di layar kaca. Wakil Presiden Jusuf Kalla, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Sarwono Kusumaatmaja, Rizal Ramli, Ratu Hemas dan beberapa pejabat penting lainnya tampak diantara para undangan. Terlihat pula Chris John, Hastomo Arbi, Sys NS, serta sederetan nama terkenal lainnya hadir di acara yang digelar di Jakarta Convention Center di bilangan Senayan Jakarta.

Acara bertajuk Suara Indonesia digelar untuk mengukuhkan eksistensi Kompas TV sebagai TV Berita Indonesia. Di acara itu pula, Kompas TV memberikan penghargaan kepada beberapa tokoh yang memiliki jasa besar dalam menggemakan Suara Indonesia.

Ellyas Pical dari Olah Raga, Sumita Tobing dari Dunia Pertelevisian, Indro Warkop mewakili actor dan komedian dan Waljinah mewakili seniman/penyanyi. Diantara ke 4 penerima penghargaan itu, moment yang paling menyentuh adalah saat Ellyas Pical, sang mantan juara tinju dunia berada di atas panggung. Sebelum Elly, nama akrab Ellyas Pical, naik ke panggung, terlebih dahulu ditayangkan kisah perjalanan hidupnya yang cukup ‘fenomenal’.

Berawal dari karir tinju yang cemerlang dengan menyabet gelar Juara Tinju Dunia di Kelas Bantam Junior versi IBF hingga kehidupan Elly saat ini ditayangkan.  Tak dapat dipungkiri, Ellyas Pical adalah fenomena di era 80-an. Masih teringat bagaimana seluruh kota nyaris sepi laksana kota mati karena warganya sedang menyaksikan pertandingan tinju yang ditayangkan TVRI kala itu. Teriakan dan sorakan akan terdengar jika Elly berhasil memukul lawan dengan pukulan tangan kirinya yang terkenal maut itu. Sebaliknya rintihan lirih akan tergumam jika terlihat sang idola terkena pukulan lawan. Euphoria kegembiraan akan meledak saat Elly berhasil memukul KO lawannya, namun tampang sedih dan lesu akan menghiasi setiap raut wajah jika di akhir pertandingan Elly tak mampu menjadi juara.

Begitulah kehidupan olah raga di era 80-an saat Indonesia masih memiliki Idola di kancah Internasional. Sayang sekali masa keemasan sang ‘Pukulan Kidal Exocet’ asal Tanah Saparua Ambon itu tak berlangsung  lama. Setelah menikmati masa gemilang selama 4 tahun dari 1985 – 1989, Dewi Fortuna mulai tak berpihak pada Ellyas Pical. Kekalahan demi kekalahan  memaksanya untuk menggantungkan sarung tinju. Babak kehidupan baru telah menanti ‘sang pahlawan’ di Ibukota kala itu.

Tanpa pendidikan memadai karena tak sempat tamat SD, Elly menjalani kehidupannya dengan bekerja serabutan. Mulai dari menjadi Office Boy hingga satpam dijalaninya demi tetap bertahan hidup. Ironisnya, sisi gelap kehidupan malam Ibukota menyeretnya ke dalam perdagangan narkoba. Elly pun harus rela beristirahat selama 7 bulan di hotel prodeo demi mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Ellyas Pical tentu tak sendiri. Beberapa mantan atlit merasakan getirnya hidup setelah berstatus mantan. Mereka harus mulai merajut kembali kehidupan dari awal setelah seluruh waktu tersita dengan padatnya jadwal latihan dan pertandingan. Beban moral dan harapan ratusan juta jiwa rakyat Indonesia yang menginginkan kemenangan harus diperjuangkan. Rasa malu jika menderita kekalahan adalah sebuah kekuatiran yang menakutkan. Semua itu demi sebuah sabuk kemenangan, sekalung medali dan gema lagu Indonesia Raya mengiringi kibaran Sang Saka Merah Putih. Moment yang tak jarang menitikkan air mata ratusan penonton pertandingan baik langsung maupun di televisi karena terharu. Namun saat sang ‘mantan’ atlit berjuang melawan arus kehidupan, saat air mata sudah tak sanggup lagi menetes, di saat itu lagu Indonesia Raya seperti sudah tak bergema lagi.

Kompas TV dan Suara Indonesia telah mengingatkan arti penting sebuah apresiasi dan  penghargaan bagi sang mantan, khususnya mantan pahlawan olah raga.  Mereka  pernah berjuang untuk menggemakan suara Indonesia  dan suara itu harus tetap bergema. Meski mereka sudah berstatus sebagai mantan.

Sumber foto : Dokumen Pribadi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun