Istilah sigma male, beta, dan alpha kerap muncul dalam diskusi tentang tipe kepribadian pria, khususnya di media sosial. Pada kenyataanya secara ilmiah tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa tipe kepribadian ini valid secara psikologi.
Banyak orang menganggap label ini sebagai cara memahami sifat, dominasi sosial, dan daya tarik seseorang. Psikologi populer menempatkan alpha sebagai pemimpin dominan, beta sebagai pengikut, dan sigma sebagai sosok mandiri yang berjalan di luar hierarki.
Meski istilah ini terdengar meyakinkan, dunia akademik masih meragukan validitasnya. Untuk memahami lebih jauh, mari kita telusuri asal-usul hingga alternatif tipe kepribadian yang lebih kredibel.
Asal-usul Tipe Kepribadian Alpha, Beta, dan Sigma
Konsep alpha dan beta male berakar dari penelitian lama tentang hierarki serigala. David Mech (1970) memperkenalkan istilah "alpha wolf" untuk menggambarkan pemimpin kelompok. Teori ini kemudian dipinjam dalam budaya populer dan diterapkan pada manusia.
Sigma male muncul belakangan, dipopulerkan oleh forum internet sebagai figur pria independen yang tidak tunduk pada hierarki tradisional.
Dalam perkembangannya, istilah ini menjadi populer di media sosial, kanal YouTube, hingga forum daring tentang maskulinitas. Narasi ini memberi kesan seolah ada urutan pasti tentang posisi sosial pria yaitu alpha di puncak, beta di bawah, dan sigma sebagai "lone wolf" yang unik.
Padahal, dalam penelitian lanjutan, Mech (1999) sendiri membantah teorinya dan menyatakan bahwa serigala liar tidak hidup dengan sistem alpha dan beta sebagaimana diasumsikan.
Mengapa Konsep Ini Tidak Valid dalam Psikologi Ilmiah
Psikologi kepribadian modern menilai konsep sigma male, beta, maupun alpha tidak memiliki dasar ilmiah yang kuat. Tidak ada riset empiris yang membuktikan bahwa tipe ini bisa mengukur atau memprediksi perilaku manusia secara konsisten.