Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mager Itu Candu!

9 Januari 2020   19:52 Diperbarui: 9 Januari 2020   19:57 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Pixabay/photosforyou

Istilah "mager" atau males gerak roman--romannya memang tengah menjangkit kebanyakan orang, khususnya anak muda. Ya, mager sebetulnya bukan virus jenis baru macam ebola atau ransomware wannacry, tapi esensinya sendiri sama saja dengan malas.

Sialnya istilah ini begitu cepat menjalar dan meracuni sebagian besar orang. Maklum saja, di era Tik Tok yang durjana ini, penyebaran informasi bergerak secepat kilat, keren dikit share-keren dikir share. Andai saja hal itu dilakukan kepada tulisan saya ini, mungkin saya tak perlu gopoh-gapah untuk meniti tangga popularitas. Ah sudahlah.

Semakin banyak digunakan, semakin dianggap keren, itu juga berarti mager dianggap sebagai kebenaran dan keniscayaan. Hari gini nggak mager? Heloooow, celoteh seorang teman kepada saya. Nyatanya memang kesadaran kolektif yang terbentuk dari masifnya penggunaan istilah mager adalah dengan sekaligus juga mengamininya sebagai suatu kebenaran.

Oke lah mager memang legal, toh sampai saat ini tak ada undang-undang yang melarang mager kan. Tapi izinkan saya bertanya kepada para pembaca yang budiman, bukankah tidak semua yang legal itu baik? Bukannya meminum pembersih lantai itu legal-legal saja kan, tapi apakah itu baik untuk kesehatan kita? Silahkan dipikirkan.

Banyak kemudharatan dari mager, silahkan sampeyan cari di mbah google tentang bahaya mager, bukan main loh bahayanya. Mulai dari mengganggu metabolisme tubuh lah, menurunkan fungsi anggota tubuh lah, merusak pikiran lah, ah yang jelas saya sih ngeri bacanya. Tapi saya tidak akan membahas dampak negatifnya secara medis, wong saya bukan kader dokter oz.

Saya tidak akan menafikan pula bahwa ada juga hal positif dari mager. Setidaknya dengan menggunakan pendekatan cocoklogi bisa lah. Mager dari kebatilan, mager dari kemungkaran, mager dari kejahatan, itu bisa-bisa saja kan broh.

Berbeda jika mager dari aktifitas yang berfaedah. Duh, saya sih amat sangat menyayangkan hal itu. Daripada dibelenggu kemageran yang hakiki, kenapa tidak mencoba untuk menulis saja beb, yah promosi boleh kan.

Masih ada hal yang lebih bermanfaat kiranya daripada terbujur kaku karena mager. Mari kita bedakan juga antara mager dengan santai. Kalau santai yah kondisi saat apa yang menjadi tugas kita telah terselesaikan, pulang kerja langsung ngopi, pulang nugas terus nonton drakor, yah bisa kita kategorikan sebagai santai.

Namun berbeda dengan mager, belum nugas karena mager, belum mandi karena mager, belum makan karena mager, jangan-jangan belum punya pasangan juga karena mager yah. Dudududu.

Lawan dari mager yah mager juga, lah gimana sih? Iya mager, alias mau gerak. Gitu loh beb. Males gerak tidak akan menjadikan kita produktif, ia juga takkan bisa merubah status sosial dan taraf kehidupan kita. Males gerak itu candu.

Mau gerak adalah kunci. Ya, kemalasan akan kalah jua oleh kemauan, bagaimana bisa menggapai cita-cita jika tak mau usaha dan berkorban? Bagaimana mau merubah jika tak mau berupaya? Bagaiama mau dapat pasanagan jika tak mau bergerak? Ibarat pepatah "Di mana ada kemauan, di sana ada jalan". Ya, malas pangkal merana, gerak pangkal bahagia!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun