Hari itu Ical bersiap menuju stasiun, seperti biasa ia tak mau terlambat kuliah. pagi itu udara dingin menyerang tubuhnya, ia sempatkan dahulu sejenak untuk menyantap bubur buatan ibunya sambil menonton TV. Diberitkan bahwa akhir--akhir ini bisnis bimbel tengah menjamur di segala daerah, bisnis bimbel menjadi suatu pasar yang menjanjikan, apalagi kalau menjelang UN, dapat dipastikan pendaftarnya akan membludak, tentunya untuk mempersiapkan anak bimbingnya menghadapi bahaya laten UN.
Pemberitaan tadi sedikitnya membuat Ical penasaran, tapi sebetulnya ia tak begitu memahami duduk persoalannya, hingga muncul slentingan nyeleneh darinya "Aneh, masih ajah ikut les, emangnya di sekolah nggak diajarin". Setelah perutnya terisi, tak lupa sambil membawa jaket, Ical langsung pergi menuju stasiun yang tak begitu jauh dari rumahnya.
Tampak dari kejauhan, stasiun telah penuh sesak, berbagai macam orang memang gemar menumpangi moda transportasi ini, selain murah, bebas macet lagi. Antrian yang sudah tak lagi terkendali membuat petugas memutuskan untuk menyetop antrian, dan mengalihkannya ke jadwal kereta selanjutnya. Sontak orang--orang dibuat kecewa, begitu juga Ical yang mulai resah "Waduh bahaya bakal telat nih, jadwalnya dosen killer lagi" gerutu Ical.
Dengan berat hati akhirnya Ical menunggu sampai jadwal kereta selanjutnya. Dinginnya udara hari itu membuat Ical mampir ke warung di sebelah stasiun, sembari menunggu kereta dan menghangatkan tubuhnya. Nampak didalam warung ada beberapa orang yang sedang sarapan juga.
"Nunggu kereta juga mas?" Tanya seorang bapak dalam warung, usianya sekitar 30 tahun.
"Iya pak, terpaksa nunggu, abis antriannya udah luber" Jawab Ical
"Kerja mas?" Tanyanya lagi
"Kuliah pak"
"Oh kuliah, kuliah di universitas mana, semester berapa, jurusan apa mas?" Tanyanya memburu.
"di universitas X, semester 7, jurusan PGSD pak, bapak sendiri kerja dimana?" Ical balik menanya.
"Kebetulan saya seorang dosen di unversitas Y, kebetulan juga saya megang pedagogik, mas pasti sudah banyak tahu tentang pedagogik"