Mohon tunggu...
Abdurrahman Darojat
Abdurrahman Darojat Mohon Tunggu... Seorang pembelajar

Pengajar muda di UAD

Selanjutnya

Tutup

Politik

MK Offside

7 Juli 2025   15:25 Diperbarui: 7 Juli 2025   15:25 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilihan umum di tingkat nasional dibedakan waktunya dengan pemilihan di tingkat lokal. Putusan ini menuai banyak kontroversi di dalam masyarakat, sebagian masyarakat mendukung sedangkan sebagain lainnya menolak. Mereka yang mendukung keputusan ini dilatarbelakangi begitu rumitnya pelaksanaan pemilu serentak baik di level nasional dan di level lokal seperti pemilihan presiden, pemilihan dpr ri, pemilihan dpd ri, pemilihan dprd provinsi, pemilihan dprd kabupaten/kota atau yang dikenal pemilu 5 kotak. sedangkan mereka yang menolak berasumsi dengan membengkaknya biaya pemilu, 

Sesuai ketentuan dalam UUD 1945, Putusan dari Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat artinya tidak dimungkinkan ada ruang untuk menggugat hasil putusan tersebut. Di satu sisi memberi kepastian hukum segera sehingga tidak berbelit-belit, di sisi lain menutup tafsir baru atas putusan hukum. Kasus uji materi UU yang sudah disidangkan dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sudah tidak bisa ditinjau kembali atau banding oleh para pihak.

Putusan Mahkamah Konstitusi tidak jarang menciptakan hukum baru yang melampaui kewenangannya. Sesuai dalam teori trias politika Montesquieu, lembaga yang berwenang untuk membentuk hukum adalah lembaga legislatif, tidak jarang bersama dengan lembaga eksekutif. lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif dipilih oleh rakyat secara langsung melalui pemilu. sehingga hukum yang dibentuk merupakan keputusan politik, putusan mahkamah konstitusi yang membentuk norma hukum baru tidak bisa dicurigai ada motif politik tertentu. putusan terbaru mengenai pemisahan pemilu nasional dengan pemilu lokal menimbulkan perdebatan di DPR hingga mengundang ahli-ahli hukum tata negara. bukan berarti membela DPR, bagaimanapun check and balances di antara lembaga-lembaga negara tetap tidak boleh dikesampingkan. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga penegak hukum hendaknya tetap berada di dalam koridornya menjaga hukum, bukan justru terlibat dalam kepentingan politik dengan menciptakan norma hukum baru atau jangan-jangan Mahkamah Konstitusi semakin politis

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun