Benar memang bahwa kehidupan adalah guru terbaik, sejak kepergian saya ke Pekanbaru memberi pelajaran dan gambaran bagaimana kehidupan modern hari ini. Mulai dari kesempatan saya untuk berbincang dengan seorang gelandangan sampai saya sendiri yang harus mampu bertahan hidup.
Dari hari ke hari yang berat, dengan uang seadanya membuat harus bisa memprioritaskan untuk urusan perut. Tapi lama kelamaan dompet saya menipis terpaksa saya harus mencari kerja. Mencoba untuk mengirimkan lamaran ke beberapa tempat, setelah menunggu beberapa hari barulah saya di panggil interview dan diterima kerja di salah satu kedai kopi di Pekanbaru.
Hari ke hari yang saya jalani, banyak hal yang saya lihat dan amati. Ada anak-anak kedinginan karena tak punya tempat tinggal, ada ibu yang dilema karena tak mampu bayar uang sekolah anaknya, ada para penggangguran yang bingung mencari kerja, ada bapak yang rela tak pulang-pulang demi sesuap nasi, ada yang kelaparan karena tak punya uang. dan ada perempuan yang rela menanggung malu demi uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Kehidupan yang keras. Dunia tak berhati, Dunia yang dingin. Itulah gambaran kondisi hidup hari ini.
Di balik kemajuan dan kemegahan kota ini, menyimpan tangis dan derita si miskin. Gedung-gedung yang tinggi berdiri pula gubuk-gubuk si Miskin, mereka yang hidup dalam kondisi yang tidak layak.
Kehidupan modern dengan keberlimpahan produksi dan kemajuan teknologi yang kolosal ternyata belum mampu mengangkat manusia dari jurang kemiskinan, masih ada jurang lebar antara si kaya dan si miskin.
Semua yang ada dijadikan barang dagangan sehingga tidak mampu diakses oleh si miskin yang tak punya uang. Sementara para pejabat duduk diruangan ber AC berlagak peduli dengan program-program yang tidak menyelesaikan akar masalahnya.
Bagi si miskin hidup adalah neraka dan bagi si kaya hidup adalah surga.