Â
Yogyakarta -Â Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) selama ini identik dengan calon pendidik yang ahli di kelas, piawai menjelaskan pelajaran, dan terampil mendampingi siswa dalam pembelajaran dasar. Namun, dalam acara Kaladarsana 2025, mahasiswa PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta membuktikan bahwa mereka juga mampu tampil memukau di atas panggung seni pertunjukan yang profesional. Tidak hanya itu, acara tahun ini juga menjadi sorotan karena mengusung inovasi baru yang tidak biasa dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya, menjadikan pementasan ini bukan hanya sebagai ajang ekspresi seni, tetapi juga sebagai gerakan edukatif dan kolaboratif lintas jenjang pendidikan. Kaladarsana merupakan kegiatan tahunan dari mata kuliah Seni Budaya dan Prakarya (SBDP) yang diampu oleh Bapak Alfian Eko Widodo Adi Prasetyo, M.Pd., yang diikuti oleh mahasiswa semester IV Prodi PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tahun ini, Kaladarsana diselenggarakan pada Senin, 26 Mei 2025 di Militaeri Societeit area Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Jika sebelumnya pementasan Sendratasik hanya fokus pada pertunjukan drama musikal sebagai syarat tugas akhir mata kuliah, maka tahun ini terdapat inovasi besar yaitu tidak hanya menyajikan pertunjukan seni, tetapi juga mempersembahkan Pameran Seni dan Seminar Seni. Dengan mengusung Tema Luhuring Budaya Gumantining Panguripan, Kaladarsana 2025 tidak hanya menyajikan rangkaian acara utuh yang berlangsung mulai pukul 12.00 hingga 21.00 WIB.
Inovasipertama yang langsung mencuri perhatian adalah pameran seni mahasiswa PGMI, yang dibuka sejak pukul 12.00 WIB. Pameran ini menampilkan karya-karya visual seperti lukisan, Kaligrafi, ilustrasi, poster pendidikan, hingga kriya lainnya yang mengangkat tema pendidikan karakter dan budaya lokal. Mahasiswa PGMI membuktikan bahwa mereka tidak hanya mampu mendidik dan mengajar, tetapi juga menciptakan karya seni yang edukatif dan estetik. Pengunjung pameran datang dari berbagai kalangan, termasuk mahasiswa lintas prodi, dosen, guru mitra, hingga pengunjung umum yang hadir karena penasaran dengan kreativitas mahasiswa calon guru.
Inovasi berikutnya adalah seminar seni yang diadakan pukul 14.00-15.00 WIB. Seminar ini menghadirkan narasumber dari akademisi seni dan pendidikan, serta dosen pengampu mata kuliah SBDP. Para peserta tidak hanya mendapat wawasan teoritis, tetapi juga melihat langsung bagaimana seni bisa menjadi alat strategis dalam menanamkan nilai-nilai positif kepada anak sejak dini. Namun, inti dari Kaladarsana 2025 tetap berada pada pementasan Sendratasik, yang dimulai pukul 16.00 WIB. Pementasan tahun ini menjadi sangat spesial karena tidak hanya menampilkan mahasiswa PGMI UIN Sunan Kalijaga, melainkan juga melibatkan kolaborasi dengan berbagai lembaga pendidikan, mulai dari UIN Salatiga, MI Al Islamiyah Grojogan, hingga SD IT Ukhuwah Yogyakarta. Bahkan, sebagai pembuka acara, ditampilkan drama spesial dari tamu undangan yaitu STPI Bina Insan Mulia Yogyakarta, yang memberikan sambutan artistik penuh makna.
Tiga sendratasik utama yang dipentaskan adalah "Lutung Kasarung," "Si Pahit Lidah," dan "Malin Kendang." Masing-masing pertunjukan mengangkat cerita rakyat dari berbagai daerah di Indonesia, yang dikemas ulang dalam bentuk drama musikal interaktif, dengan menyisipkan pesan-pesan karakter seperti kejujuran, tanggung jawab, pengendalian emosi, hingga bakti kepada orang tua.
Pertunjukan pertama, "Lutung Kasarung," merupakan hasil kolaborasi antara mahasiswa PGMI dan mahasiswa UIN Salatiga. Kisah klasik dari tanah Sunda ini dihidupkan kembali dalam balutan tari, dialog, dan musik yang memukau. Penonton dibuat terpukau dengan tata panggung yang detail dan koreografi tari yang mengalir. Pertunjukan kedua, "Si Pahit Lidah," tidak kalah menarik. Kali ini, mahasiswa PGMI melibatkan siswa dari MI Al Islamiyah Grojogan, menjadikan pementasan ini tidak hanya sebagai sarana belajar mahasiswa, tetapi juga sebagai ajang anak-anak madrasah tampil di panggung bergengsi dan belajar langsung dari mahasiswa calon guru. Sementara itu, pertunjukan ketiga, "Malin Kendang," melibatkan siswa dari SD IT Ukhuwah, menampilkan drama sarat makna yang mengeksplorasi nilai moral dari legenda populer "Malin Kundang," dengan sentuhan kreatif dan pendekatan edukatif.
Dalam sesi wawancara singkat seusai pertunjukan, Rochmatina, salah satu pemeran dalam pertunjukan "Lutung Kasarung", mengungkapkan perasaannya, "Awalnya deg-degan banget karena tampil bareng adik-adik MI dan teman dari UIN Salatiga, tapi setelah latihan berkali-kali, ternyata seru dan kami jadi seperti satu keluarga. Penonton juga responsif banget, bikin kita tambah semangat di atas panggung." Ungkapnya.
Salah satu penonton, Kak Maulida, Juga berasal dari mahasiswa jurusan PGMI, mengungkapkan kekagumannya terhadap pertunjukan yang disuguhkan. "Awalnya saya pikir ini hanya pentas biasa untuk tugas kuliah, tapi ternyata jauh di luar ekspektasi. Semua penampilan dari awal sampai akhir sangat totalitas, penuh makna, dan profesional banget. Saya sampai merinding di beberapa bagian, terutama di pertunjukan 'Malin Kendang'," ujarnya sambil tersenyum. Maulida juga mengaku baru pertama kali melihat kolaborasi antara mahasiswa dan anak-anak sekolah SD yang dikemas seapik ini. "Semoga tahun depan ada lagi, dan lebih banyak inovasinya," tambahnya antusias.
Keterlibatan SD dan MI ini merupakan bentuk inovasi strategis, karena selain mempererat hubungan antara perguruan tinggi dan sekolah, juga memberi ruang bagi anak-anak untuk berani tampil, bekerja sama dengan mahasiswa, dan merasakan pengalaman belajar yang menyenangkan. Inilah bentuk nyata implementasi merdeka belajar berbasis seni, sebuah praktik pendidikan yang menyatukan berbagai level pendidikan dalam semangat kolaborasi.