Mohon tunggu...
Rahmad Daulay
Rahmad Daulay Mohon Tunggu... Administrasi - PNS

Alumnus Teknik Mesin ITS Surabaya. Blog : www.selamatkanreformasiindonesia.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Strategi Pencegahan Korupsi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

20 September 2018   20:52 Diperbarui: 20 September 2018   21:10 2028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah pengadaan barang/jasa pemerintah (PBJ) sama tuanya dengan sejarah birokrasi itu sendiri. Ketika birokrasi pemerintahan masih sangat sederhana maka pengaturan PBJ juga masih sederhana. Seiring dengan semakin modernnya sistem tata kelola birokrasi maka pengaturan PBJ juga ikut termodernisasi.

Embryo modernisasi itu ditandai dengan dibentuknya Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dengan dasar hukum Peraturan Presiden Nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Sebelum LKPP terbentuk yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan kebijakan PBJ adalah Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik di bawah Bappenas dengan produk peraturan terakhir berupa Keppres nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta seluruh perubahannya.

Era LKPP ditandai dengan lahirnya Perpres nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagai pengganti dari Keppres Nomor 80 Tahun 2003. Dengan dasar regulasi tersebut lahirlah beberapa program berbasis IT seperti Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), katalog elektronik (e-katalog) dan beberapa program berbasis IT lainnya.

Program ekatalog yang digagas dan direalisasikan pada periode 2012/2013 telah banyak membantu mencegah timbulnya permasalahan besar yang biasanya timbul pada tender alat berat, alat kesehatan dan obat-obatan. Dengan adanya program ekatalog maka semua produk barang yang tercantum dalam ekatalog dilaksanakan secara pengadaan langsung tanpa tender dengan memakai fasilitas kontrak payung antara LKPP dengan produsen atau distributor barang. Instansi pemerintah tinggal memproses pembelian saja. Saat ini sudah ribuan jenis barang ada dalam sistem ekatalog.

Program LPSE membuat tender dari sistem manual menjadi sistem elektronik atau tender online. Seluruh tahapan tender dilaksanakan secara elektronik tanpa kontak langsung. Namun pada beberapa tahapan masih bersifat manual seperti proses evaluasi penawaran namun ke depan sistem akan semakin disempurnakan.

Dengan adanya program ekatalog dan LPSE sebagian permasalahan penyimpangan pada PBJ sudah dapat dicegah. Namun apa daya, penyimpangan PBJ masih terus terjadi. Masih ada beberapa lini yang perlu menjadi perhatian kita bersama, di antaranya : independensi ULP/UKPBJ (kelembagaan, promosi jabatan, kesejahteraan, perlindungan dan advokasi), komitmen perusahaan/asosiasi dan pengawasan hulu hilir (APH, BPK/BPKP, KPK).

Independensi ULP/UKPBJ selalu menjadi pusat perhatian manakala muncul permasalahan hukum pada PBJ. Pada umumnya ULP/UKPBJ merupakan instrumen dan hanya menjadi korban dari mata rantai korupsi yang dikendalikan secara non administratif. 

Kelembagaan menjadi faktor utama permasalahan. Sebagian besar kelembagaan ULP/UKPBJ masih bersifat adhoc, berupa gabungan/rekrutmen dari beberapa staf instansi membentuk pokja-pokja pemilihan dalam naungan ULP/UKPBJ. Sebagian lagi sudah bersifat struktural namun masih berada di bawah instansi/OPD tertentu, yang pada umumnya di bawah Sekretariat Jenderal atau Sekretariat Daerah. 

Sebagian kecil sudah menjadi instansi tersendiri berupa Badan Pengadaan. Apapun bentuk kelembagaan ULP/UKPBJ masih dilingkupi kelemahan utama yaitu terbelenggu pada sistem perintah atasan-bawahan. 

Ketika kelompok kepentingan merasa tidak nyaman dengan hasil kerja pokja ULP/UKPBJ maka melalui tangan kekuasaan terjadilah intervensi yang berujung pada pertukaran/rotasi personel ULP/UKPBJ atau dengan kata lain pembersihan/sterilisasi ULP/UKPBJ dari unsur idealis. Apalagi bila dilihat minimnya kesejahteraan dari personel ULP/UKPBJ membuat posisi tawar menjadi semakin lemah. 

Personel ULP/UKPBJ yang tidak patuh pada intervensi akan mengalami nasib tidak baik, dipindah atau dinonjobkan. Kondisi yang ada menunjukkan bahwa ULP/UKPBJ nyaris tanpa proteksi sama sekali dari siapapun. Hal ini semakin terlihat ketika terjadi permasalahan hukum. Personel ULP/UKPBJ hanya bermodalkan Perpres sedangkan APH bermodalkan UU/KUHP. Belum lagi ketiadaan dana untuk menyewa pengacara atau menghadirkan saksi ahli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun