Mohon tunggu...
Pryadita
Pryadita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Belajar

Tenang :)

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Menunda, Menjadikan Semuanya Sempurna?

21 Februari 2021   09:09 Diperbarui: 21 Februari 2021   09:27 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ketika ada begitu banyak kewajiban yang tak bisa terselesaikan, sebenarnya bukan karena kita tidak mampu. Melainkan, karena kita sedang berada dalam tahap belajar menghargai waktu. 

Setiap kita memiliki mimpi yang ingin dicapai. Namun, waktu yang terus melaju dan kesempatan yang semakin jauh meninggalkan, rasanya tak memberikan pengaruh apapun. Hidup yang kita jalani, tetap saja terasa monoton seperti sebelumnya. 

Mengapa? Karena mimpi-mimpi itu hanya masih berwujud rencana. Kita belum cukup berani untuk menjadikannya realita. Buktinya, sampai saat ini, kita masih menikmati kesibukan mengumpulkan berbagai referensi mencari cara, tapi tidak tergerak untuk mengerjakannya. 

Bukankah setiap orang, menjalani durasi waktu yang sama dalam sehari semalam? Tapi kenapa tingkat pencapaiannya berbeda ? Karena, ada yang segera dalam memanfaatkan kesempatan. 

Di sisi lain, ada yang dibayangi rasa takut akan kenyataan yang nantinya tidak sesuai harapan. Akhirnya, dia memutuskan untuk menunda sampai menemukan waktu, keadaan, feel yang sempurna. 

Padahal, bukankah hal itu mustahil? Karena, bukankah sempurna atau tidaknya keadaaan, tergantung dari cara sudut pandang dan cara kita menyikapinya ? Contoh, ketika orangtua kita dalam keadaan sakit dan saat itu terpaksa untuk tidak bekerja. 

Namun,seketika terbersit dalam pikirannya, bahwa ia akan kehilangan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Lalu, dengan berbesar hati, ia memaksakan diri untuk menampilkan rasa sakitnya  demi ingin selalu memasstikan kebutuhan keluarganya harus selalu terpenuhi. Baginya, menunda satu hari akan membuat nya kehilangan kesempatan yang belum tentu ia bisa dapatkan lagi.

Sehingga, Rasulullah Shalallallahu 'alaihi wasallam menjadikan seseorang yang selalu sadar bahwa perjalanan hidupnya di dunia pasti berakhir, sebagai tolak ukur kecerdasan kita. 

Sebab, batas waktu perjalanan kita di dunia, rahasia. Sulit diterka. Sehingga, tidak ada pilihan lain, kecuali memaksimalkan waktu yang dengan sebaik-baiknya. Bila seseorang selalu sadar akan hal itu, apakah mungkin kita akan selalu menunda, menunda, dan menunda?

Dalam https://ketik.unpad.ac.id/posts/337/sering-menunda-pekerjaan-mungkin-kamu-termasuk-salah-satu-tipe-procrastinator-ini-1  Psikolog Fitri Yustikasari Lubis menerangkan beberapa hal yang menyebabkan seseorang lebih memilih menunda dibandingkan segera menyelesaikan pekerjaan. Padahal, saat itu dia bisa menyelesaikannya dalam waktu yang tidak lama. 

Sikap perfeksionis yang tidak bisa dikendalikan, menjadikan seseorang selalu menuntut semua hal harus berjalan dan membuahkan hasil sesuai harapan. 

Apakah itu salah ? Tentu tidak, apabila diimbangi dengan upaya maksimal. Namun, yang menjadi masalah yaitu ketika hal tersebut menjadikan seseorang enggan untuk memulai. 

Sebab, ia larut dan menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan cara terbaik lalu menunda. Padahal, bukankah hanya mencari cara dan melakukannya takkan bisa menghasilkan apa-apa? Dan bukankah kita tidak akan pernah tahu sejauh mana sebaik atau seburuk apa hasil pekerjaan kita sebelum benar-benar mengerjakannya? 

Selain itu, menurut Psikolog Fitri, overthinking terhadap anggapan oranglain terhadap hasil pekerjaannya, juga bisa membuat oranglain lebih memilih menunda. Karena takut gagal mewujudkan harapan oranglain, akhirnya ia menarik diri dan enggan melakukannya sampai ia kehilangan kesempatan. Alhasil, waktu semakin berlalu dan pekerjaannya berujung sesuai dengan yang ia pikirkan. Tidak terselesaikan dengan maksimal. 

Padahal, dengan mengerjakan semua hal yang baik dengan segera, akan memberikan kita lebih banyak peluang untuk melihat letak kesalahannya. Serta, kita juga memiliki banyak waktu untuk memperbaikinya hingga sempurna sesuai versi kita. Standar sempurna setiap orang berbeda, bukan? Jadi, kita tidak bisa memaksa diri untuk sempurna di hadapan dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun