Ramadan, engkau selalu cerewet mengingatkan aku tentang kesederhanaan dalam menjalani kehidupan modern yang serba vulgar dan serba terburu-buru.
Menyantap makanan berbuka secara tidak berlebihan. Mindful eating! Mensyukuri setiap suapan sahur dan berbuka. Aku memang bukan Gen Z, tapi Ramadan sudah mengajarkanku untuk serius tentang mental health; mengurangi jejak karbon; diet sampah; hingga efisiensi anggaran.
Namun saat ini, tetiba air mata menetes di pipi. Menyaksikan kepergianmu yang tak terelakkan.
Tapi aku tahu, engkau akan Kembali. Dengan segala kemuliaan dan cinta tetap yang sama. Kau tidak pernah berubah, aku lah yang berubah.
Terkadang aku enggan menerimamu di saat matahari terik dan es cendol yang sangat menggoda.
Satu tahun lagi menanti di depan mata. Semoga aku masih diberi kesempatan untuk menyambutmu.
Dengan hati yang lebih bersih dan jiwa yang lebih tenang. Agar bisa merasakan indahnya kebersamaan kita lagi.
Selamat tinggal untuk sekarang, Ramadan tercinta. Izinkan aku menyimpan setiap kenangan manismu dalam hati.
Semoga Allah mempertemukan kita Kembali. Di bulan suci yang penuh ampunan dan rahmat-Mu.
Hingga saat itu tiba, aku akan menunggu dengan sabar. Karena cinta ini takkan pernah pudar.
Dengan segenap rasa rindu dan harapan. Aku mengucapkan selamat tinggal.