AI dilatih dengan jutaan karya seniman tanpa izin, lalu menghasilkan gambar yang meniru gaya mereka. Kasus peniruan gaya Studio Ghibli oleh AI memicu protes karena dianggap merendahkan dedikasi seniman asli.
2. Karya "Kosong" Tanpa Jiwa
Seniman jazz Yosvany Terry berargumen bahwa AI tidak bisa menangkap emosi atau spontanitas dalam musik. Karya AI mungkin indah secara teknis, tetapi kehilangan "rasa" yang hanya datang dari pengalaman hidup manusia.
3. Homogenisasi Kreativitas
AI cenderung menghasilkan karya berdasarkan data pelatihan, yang didominasi oleh tren populer. Risikonya: seni menjadi seragam dan kehilangan keberagaman perspektif.
Titik Tengah: Bagaimana Menyikapi AI dengan Bijak?
1. Regulasi dan Etika
Pakar seperti Alex Budiyanto menekankan perlunya regulasi untuk melindungi hak cipta seniman dan mencegah eksploitasi data tanpa izin.
2. AI sebagai Alat, Bukan Pengganti
Seniman bisa memanfaatkan AI untuk eksperimen awal, tetapi tetap memberi sentuhan akhir secara manual. Contoh: Pelukis Emily menggunakan DeepDream untuk inspirasi abstrak, lalu menyempurnakannya dengan teknik tradisional.
3. Pendidikan Kritis terhadap AI