Pemerintah telah menetapkan pandemi virus corona sebagai bencana nasional non alam, menyusul kebijakan pembatasan sosial, kemudian disambut dengan surat edaran pemerintah daerah, seketika orang - orang memanfaatkannya untuk lebih intens berkumpul bersama anak dan istri. Tapi tidak bagi kami para awak media.Â
Mereka tidak mengenal tanggal merah, cuti nasional, weekend, bahkan hari - hari keagamaan. Apalagi Indonesia sedang dilanda virus corona.
Sejak Menteri Perhubungan Budi Karya Sumardi diumumkan positif virus corona, kegelisahan menghampiri wartawan. Alasannya beberapa pekan terakhir mereka sempat beberapa mewawancarai dan foto bersama Menhub Budi Karya.Â
Terungkapnya salah satu menteri Joko Widodo itu berujung kecemasan kepada para wartawan di daerah. Sebelum dinyatakan positif, Menhub Budi Karya pernah berkunjung ke daerah dan sempat kontak fisik ke beberapa pejabat.
Selain Menhub, para wartawan juga khawatir ketika mewawancaiari beberapa pejabat lainnya yang memiliki riwayat perjalanan pernah ke Jakarta.Â
Fakta ini membuat wartawan cemas terindikasi virus. Di samping pentingnya mendapatkan informasi akurat langsung dari lapangan, sisi lain virus corona tidak memilih siapa saja yang mau dijangkiti. Kondisi ini memang tidak enak. Tapi apa daya, kalau wartawan tidak meliput, di mana masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat.Â
Soal bertaruh nyawa bukan hal baru bagi wartawan. Banyak kisah menarik saat melakukan peliputan, misalnya meliput di daerah bencana alam, kerusuhan dan konflik sosial, kebakaran hutan, investigasi kasus vital dan masih banyak lagi. Bahkan saat memperoleh informasi akurat virus corona, berkunjung ke rumah mewawancari salah satu pejabat atau tim dokter.
Nah, saya mengalami itu saat mengikuti konferensi pers di ruang lobby Paviliun Edelweis RSUD Undata Palu, tepatnya di bangunan baru persis berhadapan dengan tempat isolasi virus corona. Mencekam bukan?Â
Dalam situasi itu tidak ada jaminan selamat dari virus corona kecuali dari diri sendiri. Sebagai bahan fefleksi, banyak wartawan kehilangan nyawa demi mengungkapkan kasus dalam bentuk berita investigasi.
Dalam kerja-kerjanya tidak didampingi ajudan atau tanpa pengawalan tim medis, lebay. Untuk isu seperti itu mereka tidak dapat diselamatkan. Apalagi virus corona. Kita tahu sendiri, pejabat sekelas menteri memiliki ajudan dan staf yang bertanggung jawab menjaga bosnya. Faktanya tetap saja terjangkit virus.Â