Mohon tunggu...
Muhammad Rafiq
Muhammad Rafiq Mohon Tunggu... Jurnalis - Bersahabat dengan Pikiran

Ketua Umum Badko HMI Sulteng 2018-2020 | Alumni Fakultas Hukum Universitas Tadulako | Peminat Hukum dan Politik | Jurnalis Sulawesi Tengah

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

10 Januari: Ada di Mana-mana, tapi Tak ke Mana-mana

10 Januari 2019   23:57 Diperbarui: 11 Januari 2019   07:47 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rasa-rasanya keadilan masih tebang pilih di negeri ini. Atau mungkin sedang lumpuh atau bagiannya tubuhnya diamputasi, hingga tidak bisa menemukan mana yang salah dan benar. Definisi keadilan hanya ada didalam kamus, teori, dan buku lainnya. Tapi keadilan di negeri ini ada definisinya sendiri. Mau tahu? Silahkan bertanya kepada para penguasa, mereka lebih paham soal keadilan. Tapi jangan lupa, Pak Beye juga tahu sekali apa itu keadilan.

Mengenang 10 Januari 2014 -- 10 Januari 2019, tepat 5 tahun Anas Urbaningrum di tahan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan proses hukum yang jauh dari keadilan.

Bagi saya, definisi berkeadilan menurut "mereka" tidak ada bedanya dengan ber-hoax. Definisi disamarkan agar terlihat benar-benar idealis. Segala rupa fakta yang ada diputar balikkan dengan sangat rapi. Hingga tidak ada yang tau kalau ternyata sebagian besar adalah berita palsu.

Kebetulan keadilan lebih laku dipasar opini dibanding hoax. Tidak ada priode dalam keadilan menurut pemahaman itu. Semuanya dikemas sedemikian rupa untuk menarik pasar opini menghujat dan menyalahkan, sampai pada tataran high level politic,  tekanan politik lebih kuat dari pada tekanan nurani.

Dalam beberapa media, juru bicara Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI), Tridianto, mempersoalkan adanya hoax yang dilemparkan kepada Presidium PPI, Anas Urbaningrum. Siapa lagi kalau bukan dari orang-orang lingkaran Pak Beye.

Toh, nyatanya memang dia dibalik semua itu. Jika harus mengatakan tidak, jangan ada pencitraan. Pasti lagi-lagi soal keadilan. Salah satu contoh hoax itu nyata, lewat surat Abah Anas yang ditulis di Lapas Sukamiskin:

 Salam Keadilan,

Sungguh ini hal yang lucu, lebih lucu ketimbang dagelan. Tetapi karena sudah disebarkan dan menjadi berita luas, hoax ini perlu dibantah karena bisa menjadi virus jahat yg merusak dan menyesatkan.

Hampir bersamaan dengan pernyataan pers Pak SBY dan pelaporan Sdr. Firman Wijaya ke Bareskrim, disebarkan Surat Hoax yang seolah-olah ditulis oleh Sdr. Mirwan Amir. Inti dari Surat Hoax yang disebarkan itu adalah bahwa ada pertemuan di Sukamiskin yang dihadiri oleh Anas Urbaningrum, Firman Wijaya, Mirwan Amir dan Saan Mustopa untuk merancang skenario fitnah kepada Pak SBY dan Mas Ibas. Pertemuan dan skenario fitnah itulah yg dipercaya terkait dengan kesaksian Mirwan Amir di persidangan Terdakwa Setya Novanto.

Surat Hoax itu disebarkan oleh sebagian orang di lingkungan Pak SBY tanpa klarifikasi terlebih dahulu dan kemudian malah digoreng sedemikian rupa. Bahkan ada tulisan artikel tentang hal tersebut yang dimuat pada website resmi Partai Demokrat.

Terkait dengan hal tersebut, perlu saya nyatakan bahwa yang disebut Pertemuan Sukamiskin itu adalah tidak ada dan tidak pernah terjadi. Itu adalah fitnah keji yg lahir dari imajinasi hitam dan buruk sangka yg tak terkendali.

Sangat mudah untuk membuktikan benar-tidaknya pertemuan itu. Terlalu banyak cara yg bisa ditempuh, seperti mengecek buku tamu, CCTV yang ada dimana-mana dan menanyakan langsung kepada warga di Sukamiskin. Tidak ada tempat kunjungan tamu yg tertutup, tidak ada warga yg bisa merahasiakan tamunya. Apalagi kalau itu sebuah pertemuan.

Sungguh menyedihkan, ternyata ada yg mempercayai dan menyebarkan hoax itu. Apalagi kemudian mengembangkan teori konspirasi. Sangat picik dan mengkhianati semangat dan kampanye anti fitnah dan hoax.

Saya mengerti bahwa jihad mencari keadilan adalah tindakan mulia. Tetapi mencari keadilan yg disertai dengan (pembiaran penyebaran) hoax dan fitnah justru berarti membelakangi keadilan itu sendiri dan terkesan lebih mementingkan gincu.

Hasrat akan citra, kekuasaan, ketenaran dan kekayaan adalah hak setiap orang. Tetapi untuk mencapainya tidak memerlukan syarat harus menghina dan menista orang lain dengan (pembiaran penyebaran) hoax dan tuduhan konspirasi fitnah.

Penting ditegaskan bahwa saya adalah korban kesaksian hoax tentang mobil Harrier dan sebagainya, yang dirancang sedemikian rupa, sehingga kemerdekaan saya dan semuanya telah dirampas dengan cara yang batil dan zalim. Sakitnya masih harus saya dan keluarga jalani sampai hari ini. Korban fitnah tidak akan menyakiti orang lain dengan fitnah. Mengapa? Karena saya percaya takdir dan datangnya hari keadilan, tetapi tidak dengan hoax dan fitnah. Saya tidak tega dan tidak suka memakan bangkai saudaranya sendiri. Itu menjijikkan!

Jadi, sudahlah.
Apalagi yang kurang?
This is not my war. Ini hanya pernyataan kebenaran.

Salam Kebenaran,
Sukamiskin, 10 Pebruari 2018

Anas Urbaningrum

Keadilan itu ada dimana-mana, tapi tak kemana-mana. Kalau pun harus jasad dipasung, pikiran tetap akan hidup sampai kapanpun dan dalam kondisi apapun.

Harusnya, keadilan di negeri ini berdiri tegak diatas tombak akidah dan budaya berdemokrasi. Bukan tunduk kepada kepentingan menghidupi keluarga. Hukum harus ditegakkan sebagaimana kepastian hukum harus diraih, dengan darah, keringat dan tenaga.  

------------------

Sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Daerah PPI Sulawesi Tengah, tulisan pendek ini saya persembahkan untuk seluruh Sahabat Anas Urbaningrum, kader PPI dan rakyat Indonesia. Jangan berhenti bergerak mencari keadilan.

Salam Pergerakan...!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun