Mohon tunggu...
Ihsanudin Rafiqi
Ihsanudin Rafiqi Mohon Tunggu... -

mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cerita dari Jakarta

20 April 2014   23:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:25 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik,  politik itu ibarat tombak bermata dua. Bisa digunakan untuk melawan tetapi bisa juga melukai pemakainya. Tak ada kawan yang sebenar-benarnya. Tak hanya saling menjatuhkan lawan, teman pun tak ubahnya diperlakukannya. Begitupun di Indonesia, negara yang kita cintai ini. Tak jarang kita dengar skandal-skandal partai politik di Indonesia. Entah itu benar adanya atau hanya rekayasa semata. Ya, memang begitulah adanya politik, tak hanya di Indonesia tetapi mungkin di dunia sekalipun.

Indonesia kini sedang kehilangan arah berpolitiknya, pada awalnya partai politik tak sebanyak saat ini. Jika kita ingat awal kemerdekaan dulu, hanya ada sedikit sekali partai politik di negara ini. Namun sekarang partai politik begitu banyak bermunculan, entah apa tujuannya. Saya pernah membaca dari suatu sumber, partai politik saat ini kerap dimanfaatkan sebagai sarana berbisnis atau memperoleh keuntungan. Sehingga banyak orang berlomba-lomba membentuk partai politiknya sendiri. Tentunya dengan kondisi yang seperti ini akan membuat rakyat kebingungan. Kepada siapakah suara mereka akan diberikan.

Kita baru saja melaksanakan “pesta” besar, “pesta” politik yaitu pemilu. “Pesta” yang dari dulu masih banyak kekurangannya masih banyak masalahnya. Mulai dari proses kampanye, ada saja partai yang melakukan kecurangan dengan melakukan kampanye padahal belum masuk waktu kampanye atau sudah habis masa kampanye. Larangan untuk membawa anak kecil ketika kampanye pun banyak dilanggar. Jika kita cermati, orang tua mana yang tega meninggalkan anaknya yang masih kecil di rumah sendirian sementara mereka sibuk mengikuti kampanye partai politik yang didukungnya. Simpatisan partai pun banyak yang hanya ikut karena diberi uang, tentunya orang kecil yang jadi sasaran. Memang moneypolitic telah menyebar dalam perpolitikkan Indonesia. Bahkan pada hari ketika “pesta” tersebut dilangsungkan, masih ada saja kecurangan yang dilakukan, sebut saja “Serangan Fajar”. Padahal pada kenyataannya uang-uang yang mereka berikan tersebut belum tentu mampu membeli suara pemilih, karena tentunya setiap pemilih memiliki pilihannya sendiri.

Persaingan dalam masa pemilu ini pun begitu kuat. Banyak yang saling menyerang partai politik maupun figur partai politik lain. Ya, memang dunia yang mereka jalani begitu keras begitu kotor, kita semua tentu tau itu. Tetapi tiba-tiba semua berubah ketika hasil quick count kemarin menunjukkan bahwa tidak ada satu partai politik pun yang bisa mencalonkan bakal presidennya sendiri, melainkan dengan cara koalisi. Partai yang semula saling berseteru tak jarang yang mulai terlihat bersahabat. Ya, memang begitulah politik. Ini hanyalah pandangan saya, seorang awam yang menempati ibukota, Jakarta. Bagaimana pandangan teman-teman kita di luar Jakarta, di luar Jawa? Bagaimana pandangan mereka di daerah lainnya? Dengan terbatasnya informasi yang mereka peroleh karena kesejahteraan yang belum menyeluruh, saya ragu teman kita di luar Jawa ini tau keadaan negaranya, keadaan Indonesianya.  Jika hal ini masih terus terjadi, tentunya pemilu tidak bisa dianggap sebagai pesta rakyat yang sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun