Mohon tunggu...
Rafika Anggraeni
Rafika Anggraeni Mohon Tunggu... Seniman - seniman

Kata orang sich seniman, yang suka nyusun kata-kata untuk maksud apa saja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ulat Bulu, Semut, Kupu-kupu dan Dinosaurus

6 November 2018   00:44 Diperbarui: 6 November 2018   01:33 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mereka mulai membuatku sangat mual. Seperti ada yang beradu di dalam perut, mengocok hingga menjadi sangat kacau. Naik kedada, seperti menyumbat saluran pernafasan, terengah mencari udara segar, meminta ruang kosong, ya seperti ada yang meminta ruang kosong itu di kepala.

Menekan di tengkorak bagian belakang telinga, menjalar ke seluruh bagian kepala. Ada yang harus ku bentur-benturkan agar ada yang tumpah berserakan. Di dalam kepalaku ini ada ulat bulu dan semut-semut entah dari mana datangnya, mereka sewaktu-waktu menyengat dan melepas bulu gatalnya.

Mungkin karena suara-suara gaduh, meskipun hanya deheman dari mulut seseorang. Suara mereka seperti membawa aroma manis yang membuat lengket, hingga ulat dan semut kerasan berada di kepalaku. Bertelur, beranak pinak menjadi banyak. Andai ada yang menjual obat anti serangga untuk isi kepala, entah bagaimana caranya, bisa jadi menggunakan selang panjang yang dimasukkan dalam liang-liang telinga, kurasa harus menggunakan alat semprot dengan bertekanan tinggi sehingga bisa langsung membasmi mereka semua.

Ditambah pula di dalam dada dan perut. Usaha Mengurangi tumpukan cairan yang mengendap di perut, melubangi kulit agar cairan tersebut keluar meski tak seluruhnya. Aku tak tahu harus mencari kemana jarum yang dapat melubangi kulit dan mampu membuat cairan-cairan keluar. Bisa jadi di dalam perut dan dadaku ada warna-warni bercahaya, seakan mereka memintaku memperhatikan mereka. Aku sudah tak ingin peduli pada mereka. Karena tak akan ada yang melihat usahaku untuk membuat mereka tersusun dengan rapih.

Sepertinya ada juga kupu-kupu dan dinosaurus di dadaku, hinggap di paru-paru, di bilik-biliknya sehingga geli sekali rasanya. Dinosaurus yang kesempitan sehingga membuat mereka harus sangat merunduk dan saling berpelukan satu dengan yang lain. Mereka mulai lelah rupanya, menjejak kesana kemari akhirnya, membuka mulut sangat lebar dengan gigi-gigi mereka yang tumpul akibat terlalu lama terbungkam di dalam mulut. 

Dadaku penuh kupu-kupu yang sayapnya berbalut warna-warni indah, gemulai dengan garis yang melengkung berbentuk ornamen-ornamen batik yang penuh filosofi. Berpadu dengan Kulit dinosaurus yang hanya coklat seperti gumpalan tanah kering yang meskipun tidak retak tapi memang membutuhkan pelembab tulit untuk sekedar membuatnya lentur dan basah.

Cairan, kupu-kupu, dan Dinosaurus berada dalam tubuhku. Entah kapan mereka bisa begitu mendominasi isi tubuhku. Bisa jadi lubang-lubang mulut, hidung, kuping, vagina dan dubur sebagai pintu masuk gelembung-gelembung calon caitan-cairan dan larva-larva bakal kupu-kupu dan dinosaurus.

Puluhan tahun lubang-lubang itu seperti mengundang mereka, bisa jadi memang sepengetahuanku walau entah kuijinkan atau tidak. Aku terliihat begitu ramah bisa jadi.

Gelembung yang masuk satu satu terutama lewat lubang vagina dan dubur seperti mencari sarang yang nyaman di dinding-dinding rahim, ovalium dan kelenjar-kelenjar otot, saling menumpuk dan akhirnya pecah dan menyatu sebagai cairan, berwarna-warni, ada merah, biru, kuning, sesekalli ada yang mencoba menyapa akhirnya membentuk warna ungu dan hijau.mereka membuat alirannya sendiri hingga memenuhi lambung dan usus besar bahkan usus buntu. 

Dinding-dinding organ itu menjadi sangan berwarna, bila kau melihat mungkin kau akan menambahkan cairan juga disitu, tapi kau tak akan bisa melihat karena kau hanya mampu melihat gelap dan terang, sedangkan warna-warna itu seperti hanya abu-abu.

Tubuhku menjadi sangat lembab, bintik-bintik cairan muncul di tiap pori-pori kulit. Andai kau tanami pohon buah-buahan akan tumbuh sangat subur kukira. Kau mungkin menyarankan agar aku mengusapnya dengan kain saja agar cairan  itu berkurang, pernah kucoba yang akhirnya malah membuat kain itu basah dan tumbuh lumut di permukaannya, dan sudah berlipat-pipat kain kugunakan untuk mengusap dan tak ada hasil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun