Mohon tunggu...
Rafif Ahmad Fadilah
Rafif Ahmad Fadilah Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa | Writer in Progress | Copy Writer | Like Reading a Book

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Langkah Kecil Berdampak Besar

17 April 2025   21:22 Diperbarui: 17 April 2025   21:22 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cerpen/Sumber: DALL-E

Di sebuah desa kecil bernama Lembah Harapan, tinggal seorang wanita bernama Bu Sari. Usianya sudah lewat setengah abad, namun semangatnya tak pernah lapuk dimakan waktu. Rambutnya mulai memutih, tapi matanya masih tajam seperti elang---penuh keyakinan, dan menyimpan cerita panjang perjuangan.

Bu Sari bukanlah wanita dengan gelar tinggi atau harta melimpah. Ia hanya seorang guru sekolah dasar. Tapi di mata murid-muridnya, ia adalah pahlawan, penyelamat, dan ibu kedua yang tak pernah lelah menanamkan mimpi ke dalam kepala kecil mereka.

Setiap pagi, sebelum matahari menyentuh tanah, Bu Sari sudah menyiapkan sepeda tuanya. Ia mengayuh sejauh lima kilometer melewati jalan tanah dan sawah yang basah oleh embun. Di sekolah, ia menyambut setiap murid dengan senyuman tulus. Bahkan ketika gajinya sering telat, atau ruang kelasnya bocor saat hujan, semangatnya tak pernah surut.

Baca juga: Satu Langkah Kecil

Suatu hari, datang kabar bahwa sekolah mereka akan ditutup karena dianggap tidak layak. Murid-murid menangis, guru-guru putus asa. Tapi tidak dengan Bu Sari. Ia menulis surat kepada pemerintah daerah, menggalang dana dari orang-orang yang pernah diajarnya dulu, dan berdiri di depan balai desa dengan suara lantang: "Sekolah ini bukan bangunan, tapi rumah bagi masa depan anak-anak kita."

Perjuangannya tidak sia-sia. Tiga bulan kemudian, sekolah itu direnovasi. Kini berdiri lebih kokoh, dengan tembok warna-warni dan perpustakaan kecil di sudut halaman. Anak-anak kembali belajar dengan semangat baru, dan nama Bu Sari menjadi cerita turun-temurun---tentang wanita yang dengan langkah kecilnya, menciptakan dampak besar.

Beberapa tahun kemudian, saat Bu Sari wafat, seluruh desa mengantarnya dengan air mata. Tapi bukan karena kehilangan, melainkan karena rasa terima kasih. Di atas nisan sederhana itu, seseorang menuliskan: "Ia tak pernah mencari panggung. Tapi dunia tahu, dialah cahaya di antara gelapnya zaman."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun