Mohon tunggu...
Raffi Muhamad Faruq
Raffi Muhamad Faruq Mohon Tunggu... Mahasiswa, Peternak, Pengamat sepak bola, dan Pebisnis.

Seorang mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prodi Manajemen Pendidikan Islam. Menerima jasa konsultasi kuliah bagi mahasiswa. Memiliki peternakan Ayam Hias, Ayam Pelung dan Beberapa jenis burung (Perkutut, Derkuku dan Kicau). Menerima ajakan Bal-balan dan diskusi mengenai sepak bola. Menerima pesanan bibit pohon dan bonsai (by request). Menerima dan tidak akan menolak ajakan masuk Surga. Informasi lebih lanjut hubungi 0821-1939-4586 (WA), raffimfrq (Instagram). Raffi Muhamad Faruq (Facebook dan X/Twitter), raffimfrq@gmail.com, hobbypelunggarut@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belanja di Pasar: Antara Romantisasi Hidup Hemat dan Realitas Anak Kos

9 Juni 2025   07:26 Diperbarui: 9 Juni 2025   07:26 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: rejabar.co.id

Sebagai mahasiswa, terutama yang merantau, masuk ke pasar tradisional bukan sekadar urusan logistik, itu petualangan emosional. Pasar bukan tempat belanja biasa, tapi arena sosial dengan kode-kode tak tertulis, bahasa tubuh yang harus dipahami, dan seni tawar-menawar yang tidak diajarkan di mata kuliah mana pun. Masuk pasar tanpa pengalaman seperti masuk lab tanpa alat pelindung: potensi luka batin sangat besar.

Kita sering meromantisasi hidup hemat ala mahasiswa: bawa totebag, masak sendiri, ngopi sambil baca buku. Tapi kenyataannya, banyak dari kita justru keluar pasar dengan wajah bingung, uang berkurang, dan rasa malu karena beli tomat busuk karena "kelihatan murah." Apa yang kita kira hemat, kadang justru jadi boros karena salah strategi atau terlalu polos.

Fenomena ini memperlihatkan sesuatu yang lebih dalam: kita hidup di antara idealisme mandiri dan realita kemampuan terbatas. Kita ingin hemat, tapi belum punya skill masak. Kita ingin dewasa, tapi masih kagok menawar. Kita ingin terlihat bijak, tapi justru tertipu harga cabai. Ini bukan salah siapa-siapa, ini proses belajar yang nyata, bukan dari buku, tapi dari pengalaman (dan kerugian).

Namun, di balik semua kekonyolan itu, ada nilai penting yang bisa dipetik: bahwa belajar mandiri tidak selalu tentang hasil yang sempurna, tapi soal keberanian untuk mencoba. Bahkan jika itu berarti salah beli, kemahalan, atau salah potong ayam.

Karena bagi mahasiswa, kadang "hemat" bukan tentang uang yang disimpan, tapi tentang cerita yang bisa dikenang. Dan pasar tradisional? Selalu jadi tempat yang menyimpan banyak pelajaran---plus bonus trauma kecil-kecilan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun