Di dunia ini, tidak ada yang lebih mendalam daripada sebuah pertanyaan yang dilontarkan dengan penuh rasa ingin tahu. Bertanya sering kali dianggap sebagai langkah awal untuk membuka pintu pengetahuan, meski dalam banyak kasus, kita justru didoktrin untuk takut bertanya. "Takut terlihat bodoh," atau "Takut dianggap kurang cerdas," adalah beberapa anggapan yang sering kali tersemat di pikiran kita. Padahal, bertanya bukanlah tanda ketidaktahuan, melainkan bukti adanya keingintahuan yang ingin menggali lebih dalam, sebuah proses pencarian untuk memahami sesuatu dengan cara yang lebih bijak dan penuh makna.
Jika kita melihat ke dalam sejarah filsafat, pertanyaan menjadi dasar dari berbagai pemikiran besar. Sokrates, seorang filsuf Yunani yang dikenal dengan metode tanya-jawabnya, berpendapat bahwa pertanyaan adalah alat utama dalam pencarian kebenaran. Melalui dialog dan tanya jawab, Sokrates mengajak murid-muridnya untuk menggali pemahaman yang lebih mendalam tentang moralitas, kebijaksanaan, dan kebenaran. Bagi Sokrates, yang terpenting bukanlah jawaban itu sendiri, tetapi proses mencari dan mempertanyakan, karena melalui pertanyaanlah kita bisa menggugah pemikiran kritis dan menemukan jawaban yang lebih sejati.
Sokrates dengan bijaksana menegaskan bahwa "aku hanya tahu bahwa aku tidak tahu." Ini adalah bentuk pengakuan bahwa setiap pengetahuan yang kita miliki tetap terbatas, dan untuk mencapai pengetahuan yang lebih dalam, kita harus terus bertanya. Dengan demikian, bertanya bukanlah tanda kelemahan atau ketidaktahuan, melainkan tanda dari kedalaman pemikiran dan rasa ingin tahu yang tiada henti. Sokrates memberi contoh yang jelas tentang bagaimana bertanya adalah bagian dari perjalanan filosofis yang tidak pernah berhenti.
Bertanya, khususnya di kalangan mahasiswa, memiliki arti yang lebih dalam. Di kampus, bertanya seharusnya menjadi budaya yang diperkenalkan dan dihargai. Mahasiswa adalah para pencari pengetahuan, dan kampus merupakan tempat yang ideal untuk mengasah kemampuan berpikir kritis melalui pertanyaan. Namun, dalam kenyataannya, budaya bertanya di banyak kampus di Indonesia masih belum berkembang dengan maksimal. Banyak mahasiswa yang merasa ragu untuk mengajukan pertanyaan, entah karena takut dianggap tidak mengerti atau tidak ingin menunjukkan ketidaktahuan mereka. Padahal, justru dengan bertanya, mahasiswa dapat memperjelas pemahaman mereka dan membuka ruang diskusi yang lebih luas.
Seiring dengan berkembangnya zaman dan pesatnya kemajuan teknologi, kampus seharusnya menjadi tempat di mana dialog dan pertanyaan dibudayakan. Salah satu alasan pentingnya bertanya di dunia kampus adalah untuk membangun pemikiran kritis. Tanpa adanya pertanyaan, pengetahuan yang disampaikan dalam perkuliahan akan terkesan satu arah dan tidak mengundang keterlibatan aktif mahasiswa. Fenomena yang kini terjadi adalah Mahasiswa masuk kelas seolah-olah anak burung yang menunggu disuapkan makanan.Â
Padahal sebuah pertanyaan bisa membuka jalan untuk diskusi yang lebih dalam, memperkenalkan sudut pandang yang berbeda, dan mengembangkan kreativitas. Dengan bertanya, mahasiswa bukan hanya menambah wawasan, tetapi juga memperkaya cara pandang mereka terhadap dunia. Bahkan di beberapa situasi, pertanyaan justru lebih penting daripada jawaban itu sendiri.
Peribahasa "malu bertanya sesat di jalan" dengan tepat menggambarkan bagaimana pentingnya bertanya dalam menghindari kebingunguan dan kesalahan. Ketika kita enggan bertanya, kita bisa saja berlarut-larut dalam kebingungan dan tersesat dalam pemahaman yang salah. Sebaliknya, dengan bertanya, kita mendapatkan petunjuk yang lebih jelas, mendapatkan pencerahan, dan mampu menemukan jalan yang tepat. Maka, rasa malu yang sering menghalangi kita untuk bertanya seharusnya diganti dengan rasa keberanian dalam mencari pemahaman yang lebih baik.
Bertanya bukanlah sekadar alat untuk memperoleh jawaban, tetapi merupakan proses dinamis yang mendorong perkembangan pemikiran, memperkaya perspektif, dan membuka peluang bagi kemajuan. Dalam dunia kampus di Indonesia, jika budaya bertanya dapat diterima dan didorong, mahasiswa akan lebih siap menghadapi tantangan global dengan pemikiran kritis dan inovatif. Sebaliknya, jika bertanya terus dianggap tabu, kita akan terjebak dalam lingkaran ketidaktahuan yang tak berujung. Untuk itu, mari kita ubah paradigma tentang bertanya, bahwa bertanya adalah tanda keingintahuan, bukan ketidaktahuan, dan dengan bertanya, kita membuka jalan menuju dunia yang lebih terang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI