Mohon tunggu...
Rafa Diantania Irfan
Rafa Diantania Irfan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ilmu Politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Orientalisme dan Demonisasi Islam di Media

18 April 2021   18:27 Diperbarui: 18 April 2021   18:51 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagai orang yang datang dari Timur, kita mungkin sering mendengar perkataan dari orang Eropa atau Barat pada umumnya bahwa orang Timur itu eksotis. Pernyataan seperti itu mungkin terdengar seperti pujian, tetapi kenyataannya pertanyataan seperti itu dmerupakan stereotipe bagi orang Timur yang digambarkan oleh orang Barat. Pernyataan semacam itu disebut Edward Said sebagai Orientalisme. 

Orientalisme merupakan buah pemikiran luar biasa dari Edward Said yang menjelaskan bagaimana orang Barat menggambarkan, mengidentifikasi, dan memahami dunia dan orang Timur sebagai "the Other" yang biasanya dipenuhi dengan prasangka dan stereotipe dari pembedaan antara Barat dan Timur.

Misalnya saja, orang Barat sering menganggap dunia dan orang Timur itu asing, mengancam, tidak beradab, dan tertinggal. Kita bisa melihat bagaimana pandangan orientalis ini digambarkan lewat berbagai lukisan, karya sastra, dan media yang ada. Pada dasarnya, apa yang digambarkan dan dipahami oleh orang Barat terhadap dunia Timur itu terdistorsi sehingga menghasilkan representasi yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.

Dalam kajian mengenai Orientalisme, Said sendiri lebih berfokus pada pengalaman dan gagasan Barat, seperti Eropa dan Amerika, mengenai dunia Arab dan Islam (Said, 2016). Berkaitan dengan hal tersebut, ada satu persoalan menarik yang relevan dengan isu kontemporer saat ini yang disinggung oleh Said. 

Dalam sebuah wawancara untuk sebuah dokumenter berjudul Edward Said: On Orientalism arahan Sut Jhally (1998), Said memberi contoh bentuk orientalisme masa kini, yaitu berupa demonisasi Islam pada media dan budaya populer, seperti dalam pemberitaan dan film. Media barat sering kali membingkai Islam sebagai sesuatu yang identik dengan kekerasan, terorisme, dan menjadi ancaman bagi Barat. Said mengakui bahwa memang terorisme itu ada sebagai hasil dari kekerasan dan situasi politik di Timur Tengah. 

Namun, Barat tidak memahami dan melihat hal tersebut secara utuh, alih-alih mereka hanya berfokus pada aspek negatif dari dunia Timur dan Islam yang diwarnai oleh politisasi dari konflik Timur Tengah dan keterlibatan Amerika. Hal ini tentu menimbulkan stigma dan prasangka bahwa Islam sama dengan teroris sehingga apabila terjadi aksi terorisme, Islamlah yang paling pertama dituduh dan disalahkan. 

Apalagi, sejak peristiwa pengeboman World Trade Center, pandangan akan Islam sama dengan teroris semakin menjadi-jadi. Padahal, hal tersebut tidak merepresentasikan kenyataan yang sesungguhnya. Lagi-lagi, Orientalisme berperan dalam membentuk pandangan terhadap Islam dan Arab sebagai sesuatu yang jahat dan mengancam. Pada akhirnya, timbul ketakutan terhadap Islam atau yang disebut sebagai Islamophobia yang juga berpengaruh terhadap sikap rasisme terhadap Muslim dan orang-orang dari Timur Tengah di Barat.

Salah satu bentuk stigma dan prasangka media Barat terhadap Islam sebagai dampak dari Orientalisme adalah penggunaan istilah jihad dan jihadis untuk menggambarkan aksi terorisme dan tersangka teroris. Said mencontohkan penggunaan istilah ini dalam film Jihad in America. 

Dalam film tersebut, jihad diartikan sebagai perang suci dan usaha bersenjata para kelompok Islam ekstrimis untuk mengalahkan orang kafir demi tujuan mendirikan kekhalifahan Islam. Tak terkecuali dalam pemberitaan aksi terorisme pada media Barat, mereka juga langsung melabeli aksi teror sebagai jihad. 

Begitu pun dengan penggunaan istilah jihadis untuk merujuk kepada pelaku teroris yang sangat sarat dengan pandangan orientalis karena memang istilah ini diperkenalkan oleh Barat. Istilah ini juga berkaitan erat dengan antagonisme Barat dan Timur (Irfansyah, 2018). Tentunya, hal tersebut menimbulkan penyempitan makna jihad dan miskonsepsi bagi masyarakat bahwa jihad selalu berarti kekerasan dan aksi terorisme. Padahal, jihad berarti usaha untuk berjuang di jalan Allah yang bentuknya bisa bermacam-macam, bukan hanya perang untuk membela agama, tetapi jihad juga bisa berarti belajar, meraih pendidikan dengan niat ibadah, dan hal lain yang sebenarnya dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Pandangan orientalis Barat dalam mendemonisasi Islam ini tidak hanya berlaku di Barat saja, tetapi juga di dunia Timur itu sendiri, seperti Indonesia misalnya. Media massa di Indonesia juga turut mengadopsi istilah orientalis untuk menggambarkan aksi terorisme. Contohnya, dalam pemberitaan aksi terorisme baru-baru ini di Makassar, Tribunnews mengasosiasikan terorisme dengan aksi jihad dalam headline-nya, yaitu Lukman dan Istrinya Berperan Mendoktrin Aksi Jihad kepada Para Peserta Pengajian di Perumahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun