Mohon tunggu...
Radix WP Ver 2
Radix WP Ver 2 Mohon Tunggu... -

Saya seorang liberal-sekuler. Akun terdahulu: http://www.kompasiana.com/radixwp

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Mencoba Memahami Homoseksualitas

5 Maret 2016   21:53 Diperbarui: 5 Maret 2016   22:23 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Siapapun bisa terlahir sebagai kidal. Seorang anak dikenali sebagai kidal ketika tangan kirinya lebih terampil dan bertenaga ketimbang tangan kanan. Sayangnya, ada masyarakat yang memandang kidal itu buruk. Anak kidal kadang dipaksa melatih tangan kanannya. Nantinya, anak malang seperti ini bisa beraktivitas dengan tangan kanan, meski itu berarti menyalahi kodratnya sebagai kidal.

Untungnya, sifat kidal semakin diterima oleh masyarakat modern. Dalam olahraga bulutangkis, baseball, atau tinju, misalnya, atlet kidal umumnya di atas angin. Bahkan, muncul juga sejumlah studi yang mengaitkan sifat kidal dengan kelebihan intelektualitas ataupun kreativitas. Karena kesadaran masyarakat tersebut, semakin banyak anak kidal yang dibiarkan tetap kidal.

Begitu juga dengan homoseksualitas. Siapapun bisa terlahir sebagai homoseksual, yang punya kecenderungan tertarik kepada sesama jenis kelamin. Sifat bawaan lahir ini kadang muncul tanda-tandanya sejak kecil. Misalnya, anak laki-laki yang tertarik mendandani boneka, ataupun anak perempuan yang sangat maskulin, meski hal-hal tersebut tak bisa dijadikan generalisasi.

Sifat homoseksual akan terkonfirmasi ketika memasuki usia puber. Anak-anak seperti ini akan merasakan getaran (istilah populernya: butterfly in stomach) saat berinteraksi dengan sesama jenis yang seumur ataupun yang lebih dewasa. Biasanya, ia akan bingung, karena merasa berbeda dengan rekan-rekan sebayanya.

Dalam usia belia tersebut, anak homoseksual sudah harus menghadapi dilema. Ada yang punya nyali ekstra untuk mengikuti kata hatinya. Tapi, sebagian besar cenderung merahasiakannya dari lingkungan sekitar. Mereka yang merahasiakan ini kemudian mencoba menyukai lawan jenis.

Karena merupakan bawaan lahir, sifat homoseksual itu akan tetap ada. Entah muncul ke permukaan, ataupun ditekan jadi laten. Ketika ia mencapai usia dewasa, ia kembali menghadapi dilema. Umumnya, kedewasaan berarti kemandirian, tak lagi bergantung kepada orang tua. Saat untuk meneguhkan jati diri.

Bagi kaum homoseksual, menjadi diri sendiri adalah jalan yang cukup terjal. Ketegaran sangat diperlukan ketika menghadapi pertanyaan orang tua, kerabat, lingkungan sekitar, ataupun rekan-rekan kerja. Dianggap kelainan, dikira mendapat pengaruh buruk entah dari mana, bahkan dituding disesatkan oleh setan. Bagi yang cukup berwawasan, bisa berargumen dengan pernyataan WHO—organisasi kesehatan dunia—bahwa homoseksualitas bukanlah kelainan ataupun penyakit.

Tak semuanya punya mental sekuat itu. Meski sebenarnya bisa hidup mandiri, tapi ada yang tak tahan menghadapi perlakuan buruk dari pihak-pihak lain. Mereka ini kemudian menekan sendiri sifat homoseksualitasnya. Langkah mengingkari kodrat ini bisa juga dilakukan lewat obat-obatan dengan resep psikiater, yang konon bisa membuat pemakainya malah terasa sakit jiwa.

Yang paling sering dilakukan sih, mencari pasangan lawan jenis. Ia akan mengiyakan ajakan untuk berpacaran ataupun menikah, meski sebenarnya tanpa cinta. Ia juga berusaha selalu menekan perasaan setiap kali bertemu sesama jenis yang menarik perhatian. Berusaha hidup normal, demikian dalih mereka.

Tak ada yang salah kok ketika ada gay/lesbian memilih untuk hidup secara heteroseksual. Yang salah adalah ketika SEMUA gay/lesbian dipaksa mengambil jalan tersebut. Padahal, sebenarnya tak ada yang perlu dikuatirkan dari eksistensi kaum homoseksual.

Takut pemerkosaan? Gay/lesbian yang memerkosa prosentasenya tak lebih besar ketimbang kaum hetero yang memerkosa. Masalahnya bukanlah homo atau hetero, melainkan penghargaan terhadap orang lain. Perkosaan terjadi ketika seseorang tak mampu menghargai hak seksual orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun