Mohon tunggu...
Rhaudotul Mubarok
Rhaudotul Mubarok Mohon Tunggu... Mahasiswa Gabut

Kesana-kemari cuman haha hihi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aparat dan LSM Masuk Lingkungan Kampus, Urgensinya Apa?

10 September 2025   21:37 Diperbarui: 10 September 2025   22:25 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Halaman depan Gedung Rektorat Unikama Sumber: Google

Malang, 10 September 2025 — Suasana kampus Universitas PGRI Kanjuruhan Malang (UNIKAMA) pada Selasa pagi berubah tidak seperti biasanya. Sekitar sejak pukul 09.00 hingga 12.00 WIB, sejumlah aparat berseragam polisi dan TNI terlihat berada di dalam area kampus. Tak berhenti di situ, sekelompok orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bahkan oleh beberapa mahasiswa disebut preman, juga ikut bercokol di lingkungan kampus. Lebih mengherankan lagi, keberadaan kelompok tersebut bertahan lebih dari 1x24 jam tanpa ada kejelasan tujuan. Fenomena ini segera menimbulkan keresahan dan pertanyaan besar dari mahasiswa: apa urgensi sebenarnya aparat dan LSM hadir di ruang akademik?

Kampus yang selama ini diyakini sebagai ruang aman bagi kebebasan berpikir, ruang bagi perdebatan ilmiah, dan rumah bagi mahasiswa untuk tumbuh dalam iklim demokratis. Namun pemandangan aparat dan LSM yang memasuki kampus tanpa alasan resmi justru menodai prinsip itu. Apalagi, sampai berita ini diturunkan, tidak ada satu pun pernyataan resmi dari pihak birokrasi kampus mengenai kehadiran mereka. Diamnya birokrasi bukan meredakan, justru memperbesar rasa takut dan spekulasi di kalangan mahasiswa.

Presiden Mahasiswa BEM UNIKAMA —Am Adib 'Abidatama menyatakan dengan tegas bahwa kampus tidak boleh didiamkan menjadi ruang intervensi. "Kampus adalah lingkungan akademik yang bebas dari intervensi apa pun selagi tidak melangkahi dari koridor hukum dan melanggar prinsip demokrasi, termasuk dari pihak birokrasi, apalagi oleh aparat dan LSM. Dengan adanya aparat dan LSM di lingkungan kampus jelas hal tersebut salah satu bentuk intervensi dan dapat menebar ketakutan pada mahasiswa," ungkap Pres Adib. Ia menambahkan bahwa belum ada satu pun kejelasan dari pihak rektorat mengenai alasan mengapa aparat dan LSM hadir. "Sampai sejauj ini belum ada pernyataan resmi dari pihak kampus tentang keberadaan aparat dan LSM di lingkungan kampus, jadi kami belum mengetahui urgensi apa yang menyebabkan adanya mereka," tegasnya lagi.

Keresahan mahasiswa semakin nyata ketika mereka merasa aktivitas sehari-hari seperti diskusi, rapat organisasi, bahkan sekadar berbincang di kantin menjadi tidak bebas. Kehadiran aparat yang biasanya identik dengan pengawasan membuat suasana kampus seperti berubah menjadi barak, bukan lagi ruang belajar. Beberapa mahasiswa bahkan mengaku takut, khawatir setiap aktivitas mereka dipantau. Seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan berinisial N mengatakan, "Kami jadi canggung, biasanya bisa bebas diskusi di hospotan atau kantin, sekarang rasanya setiap gerak kami dilihat. Kalau kampus sudah begini, bagaimana kami bisa nyaman belajar?"

Mahasiswa lain, dari Fakultas Sains dan Teknologi juga menyuarakan keresahannya. "Kami tidak tahu mereka datang untuk apa. Yang jelas, kami merasa terintimidasi. Kampus bukan tempat aparat atau preman mondar-mandir, kampus adalah tempat kami mencari ilmu. Kalau terus begini, kami takut kampus berubah jadi tempat tekanan, bukan lagi tempat kebebasan," ujarnya dengan nada kecewa.

Kehadiran LSM yang bertahan lebih dari satu hari penuh juga memicu tanda tanya: apakah ada konflik kepentingan, ataukah sekadar intimidasi yang dibungkus dengan alasan yang tidak pernah diungkap? Ketiadaan jawaban justru semakin mempertegas bahwa ada yang tidak beres. Jika memang ada keadaan mendesak atau masalah serius yang membutuhkan aparat dan LSM masuk ke dalam kampus, seharusnya pihak birokrasi menjelaskannya secara terbuka. Transparansi adalah kewajiban, bukan pilihan. Diamnya birokrasi menandakan dua hal: entah mereka tidak tahu, atau justru mereka tahu tetapi memilih bungkam. Dua-duanya sama-sama berbahaya bagi iklim akademik.

Pertanyaan yang menggelayut di benak mahasiswa sederhana: apakah kampus masih menjadi rumah aman bagi kebebasan akademik, atau sudah berubah menjadi ruang yang tunduk pada intervensi? Jika aparat dan LSM bisa dengan mudah keluar-masuk kampus tanpa alasan yang jelas, apa jaminan bahwa ruang diskusi mahasiswa tidak akan dibungkam dengan alasan "penertiban"? Apa jaminan bahwa aksi protes mahasiswa esok hari tidak akan langsung dibubarkan dengan dalih menjaga keamanan? Normalisasi intervensi seperti ini adalah ancaman serius terhadap kebebasan berpikir.

Hingga kini, mahasiswa masih menunggu jawaban. Menunggu penjelasan resmi, menunggu sikap tegas dari birokrasi, menunggu kepastian bahwa kampus tetap berdiri sebagai benteng kebebasan, bukan benteng intimidasi. Namun selama birokrasi tetap bungkam, keresahan itu tidak akan reda. Dan pertanyaan besar tetap bergema di setiap sudut kampus: aparat dan LSM masuk lingkungan kampus, urgensinya apa?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun