"Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."
--- Matius 6:24Â
Pagi ini, Minggu, 21 September 2025Â pukul delapan tepat, lonceng Gereja Kristus Raja Semesta Alam di Tegalrejo berdentang. Suara dentang itu terdengar jernih, mengalun ke segala penjuru, seakan menjadi undangan lembut bagi umat untuk datang dan berhimpun. Udara pagi masih sejuk, sinar matahari menerobos masuk melalui kaca jendela, memberi cahaya hangat yang menenangkan. Hari itu bukan sekadar Minggu biasa, melainkan awal novena pertama menyambut ulang tahun paroki.
Ada yang berbeda pagi itu. Ekstrakurikuler paduan suara dan orkestra SMA Sedes Sapientiae Jambu Berasrama mendapat kesempatan melayani. Bagi anak-anak muda ini, tampil di hadapan umat bukan soal panggung kebanggaan, melainkan sebuah persembahan. Latihan panjang, jam-jam persiapan, bahkan rasa lelah, semuanya mereka bawa ke altar sebagai wujud syukur. Musik, bagi mereka, menjadi doa yang mengalun.
Suara yang Menyatu Menjadi Doa
Begitu lagu pembuka dilantunkan, suasana berubah. Nada demi nada mengalir, sopran, alto, tenor, dan bas berpadu. Orkestra dengan biola, flute, dan denting piano mengiringi lembut, menambah kedalaman suasana doa. Gereja yang semula riuh pelan dengan sapaan antarumat mendadak hening, larut dalam harmoni.
Bagi anak-anak muda itu, talenta yang mereka miliki bukan sekadar bakat yang dipamerkan. Mereka belajar bahwa talenta adalah anugerah yang seharusnya dipersembahkan kembali kepada Sang Pemberi. Setiap suara menjadi doa, setiap gesekan senar biola menjadi persembahan, setiap denting piano menjadi syukur.
Harmoni musik itu bukan hanya indah, tetapi juga menghadirkan pengalaman iman. Umat merasakan bahwa musik bisa menjadi jembatan antara hati manusia dengan Tuhan.
Romo yang Turun dan Bertanya
Misa pagi itu dipimpin oleh Romo Adrianus Sulistyono, MSF, seorang imam yang dikenal ceria dan humoris. Romo tidak hanya berbicara dari balik altar, tetapi benar-benar hadir di tengah umat. Saat homili dimulai, beliau turun dari altar, berjalan ke lorong tengah, dan dengan senyum lebar bertanya, "Menurut panjenengan, mamon itu apa?"
Pertanyaan itu sempat membuat umat terdiam sejenak. Lalu jawaban mulai bermunculan: ada yang berkata "uang," ada yang menjawab "harta," ada pula yang menambahkan "hal duniawi." Bahkan ada yang dengan spontan menyebut "iblis." Jawaban-jawaban itu memancing tawa segar, tetapi sekaligus menyadarkan bahwa mamon memang segala sesuatu yang bisa menjauhkan manusia dari Tuhan.